Breaking

Jumat, 31 Januari 2014

MAKALAH TENTANG KONSEP HATI NURANI

BAB I
PENDAHULAUAN

A.    Latar Belakang
Bagi masyarakat majmuk , diskusi tentang kemoralan secara pilosofati akan senatiasa aktual dan relevan. Modal kita sama , yakni kemampuan intelektual dan rasional. Kepentingtan  titik-titik dalam kemoralan bagi pengembangan hidup bersama  sesuai dengan martabat manusia. Secara umum disadari kiranya bahwa banyak orang yang  pengertiannya tentang moral belum disempurnakan sehingga menjadi pengertian orang dewasa, apalagi  pengertian orang pelajar . mengingat kenyataan ini, maka sangat diperlukan paparan tentang moral untuk memberikan pengertian yang replekstif. Karena manusia kita ketahui memiliki jati diri dari nenek monyang  yang menjadi sebuah tradisi  baik itu secala susila atapun sopan santun yang lainnya.
Manusia tanpa memiliki susila takkan memiliki Negara yang teratur, tidak mungkin ada demokrasi , tidak mungkin ada ekonomi sehat dan tidak mungkin ada budaya - budaya yang ada pada saat ini. Disini kami mencoba memaparkan bagai mana sebuah tujuan dari filsapat moral  yang menjadi acuan kita bertingkah laku. Secara garis besar filsafat moral adalah sebuah ilmu yang mempelajari fakta pengalaman bahwa  manusia bisa membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dari yang buruk, dan manusia memiliki rasa yang wajib.

Konsep Hati Nurani memberi perinsip umum seperti jangan berdusta, jangan mencuri, jangan membunuh dan lain-lain.  Tetapi hukum tidak mengatakan apakah perbuatan tertentu yang di kerjakan oleh peribadi tertrentu ini dia waktu sekarang dan disini ini adalah suatu perbuatan  berdusta, mencuri, membunuh. Hukum akan tidak ada gunanya jika semua orang tiadak mempunyai kemampuan untuk menerapkan hukum pada situasi konkrit di tempat orang tadi berada. Kemampuan ini, yakni menghubungkan hubungan hukum dan perbuatan individual, adalah apa yang disebut dengan hati nurani. Sekian jauh moralitas obyektiflah ke moralitas obyektif moralitas. Sebab, dengan menggunakan keduanya kita dapat mengerti, apakah suatu perbuatan tertentu itu perbuatan yang menurut hakikatnya baik ataupun buruk, ataukah independen.
Dengan konsep hati nurani bisa menentukan sesuatu itu baik ataupun buruk, untuk itu perlu kita kaji kembali dan memperdalam tentang hakikat dari hati nurani ini.

B.Rumusan Masalah
Dari berbagai latar belakang di atas maka kami menyimpulkan yang menjadi rumusan masalah yang kami maksud adalah sebagai berikut :
a.Apakah hati nurani itu ?
b.Bagaimana Konsep Hati Nurani ?
c.Bagimana keputusan hati nurani di buat ?
d.Haruskah kita mengikuti  hati nurani ?
e.Bolehkah kita bertindak dengan hati nurani bimbang ?
f. Bagaimana keraguan hati nurani dapat diselaisekan ?

Beberapa m permasalah diatas akan kita kupal lebih lanjud dibalam pembahasan makalah ini. Guna mengetahui makna dan peranan hati nurani kita.
BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP HATI NURANI
A. Pengertian Hati Nurani Manusia
Dalam sejarah kebangkitan orde baru, kite kenal dengan adanya teritura (tiga tuntutan hati nurani rakyat), yang berakar pada hati nurani manusia, orang Indonesia yang tertindas pada masa orde lama, lalu bangkit menyusul oleh ordeb baru. Kata hati nurani manusia (het geweten van den mens , the consciecen of mean ). Kita tahu bahwa arti hati nurani kemanusiaan ( manusia) dalam hubungan itu jauh lebih luas dari pada yang kita maksud dalam uraian ini. Hati nurani dalam tritura Indonesia adalah budi manusia sepanjang menemukan semua hal-hal atau kebenaran-kebenaran yang universal  yang dimanapun dan pada bangsa mana pun sama, karna hati nurani manusia bersarang pada kemanusiaan yang sama pada setiap orang dan bangsa di dunia.
Sepanjang budi manusia menemukan kebenaran yang universal, yang umum dan abadi sepanjang masa budi manusia berwujut satu terang, sinar. Dalam hubungan ini akan memakainya pada penyusunan tindakan kemanusiaan.

B. Hati Nurani
Hati nurani kadang-kadang disebut dengan suara tuhan. Tetapi istilah tersebut harus diterima secara metafosis, jangan sampai harafiah. Hal tersebut tidah berarti bahwa  kita dapat revelasi/wahyu khusus dari tuhan tentang setiap perbuatan yang akan kita perbuat. Tuhan berbicara kepada kita melalui kodrat tersebut. Manifestasi  adikodrati adalah diluar pilsapat moral. Hati nurani bukanlah merupakan kemampuan khusus, berbeda dari inteleks. Bila tidak demikian, berarti keputusan kita atas kebenaran dan kesalahan perbuatan-perbuatan individual kita akan nonrasional, nonintelektual sifatnya, produk sesuatu naluri yang buta. Jelas perbuatan semacam itu tidak dipunyai oleh makhluk yang ciri khasnya rasionalitas. Moral sence theory  karenanya tidak dapat diterima. Hati nurani adalah suatu fungsi yang intelek peraktis. Bukan soal benar atau salah dalam teorinya, yang dipersoalkan oleh hati nurani adalah seperti “mengapa berdusta salah ?”, mengapa keadilan harus dijalankan ?.
Konsep Hati nurani mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan peraktis : apa yang perlu dikerjakan dalam situasi kongkrit ini ?, bila aku kerjakan perbuatan ini aku berpikir. Berdustakah aku ? Juga intelek peraktis yang sama itu yang kita pakai membuat keputusan apa 6yang harus dikerjakanatau apa yang haruis disingkiri dalam soal-soal hidup lainnya seperti : bagaimana perusahaan yang akan saya usahakan, bagimana menggunakan uangku, bagimana membangun rumahku, bagimana kesehatanku, dan lain sebagainya. Seperti juga keputusan-keputusan lainnya, konsep hati nurani dapat salah, dapat membuat keputusan moral yang palsu. Sebagimana orang bias membuat kesalahan-kesalahan dalam bidang hidup lainnya, demikian ia juga bisa salah dalam tingkah laku peribadinya. Tetapi dalam kesemuanya itu manusia hanya punya satu bimbingan, yaitu itu inteleknya. Hati nurani kita beri batasan : keputusan peraktis akal budi yang mengatakan suatu perubahan buruk maka harus dihindari.
Ada tiga hal yang di cangkup dalam hati nurani :
a.    Intelek sebagi kemampuan yang membentuk keputusan-keputusan tentang perbuatan-perbuatan individual yang benar dan salah.
b.    Proses pemikiran yang ditempuh intelek guna mencapai keputusan semacam  itu.
c.    Keputusan sendiri yang merupakan kesimpulan proses pemikiran.
        Hati nurani sebenarnya hanya mengatakan yang paling akhir itu, tetapi
        memuat hal lainya diatas. Maka hati nurani bisa kita artikan ketiga    
        poin diatas.

C. Perbuatan Manusia Qua Talis
Dalam menganalisis sumber-sumber perbuatan insan telah kita temukan bahwa perbuatan manusia akan jadi perbuatan manusia qua talis jika dipengaruhi budi dan kehendak.
Dalam perinsip perbuatan manusia qua talis selalu ada pengaruh kerja budi. Sampai dimanakah kerja budi itu.hal itu telah kita temukan bawa perbuatan harus diketahui lebih dahulu sebagai perbuatan, harus ada pengertian dari perbuatan itu,perbuatan haruslah berada dibawah sinar budi manusia, dibawah budi nurani, hati nurani manusia. Dalam artian bahwa perbuatan manusia disinari, disoroti, diterangi oleh budi manusia sehingga jelas perbuatan manusia ituterjadi oleh manusia. Setelah perbuatan itu diterangi oleh budi manusia, tempaklah bagaimanakah wujud perbuatan itu, andai kata punya warna apakah perbuatan itu merah, hitam, putih atau hijau. Meskipun tidak mempunyai  warna tapi memang karena sinar budi manusia benar tampak jelas bentuknya..
Tiap kemanusiaan adalah satu, perbedaan kulit dan warna, perbedaan bentuk dan rupa tidak mempunyai akibat perbuatan kemanusiaan. Selama manusia disebut manusia, selama masih mempunyai alam  kodrat manusia, selama itu pula manusia  tetap mempunyai hati nurani insani. Oleh karena itu, hati nurani kemanusiaan adalah konsekuensi dari alam kodrat manusia, karena  hati nurani kemanusiaan adalah  sinar dari budi kemanusiaan dalam arti nicellect. Untuk itu, hati nurani adalah suatau keharusan mutlak dari kemanusiaan, suatu keharusan mutlak sebagai akibat dari alam kodrat budi yang bibawa oleh kodrat manusia.

D. Keputusan Hati Nurani
Proses pemikirannya untuk mencapai suatu keputusan hati nurani  adalah sama seperti yang dalam setiap pemikiran logis deduktif. Pemikiran deduktif menuntut adanya peremis minor atau penerapan prinsip pada suatu kasus tertentu, dan kesimpulan yang pasti muncul dari kedua peremis tersebut. Peremis mayor yang dipakai guna membentuk keputusan hati nurani adalah suatu prinsip moral umum, baik yang nyata sendiri kebenarannya  (tidak perlu penyelidikan lagi) ataupun kesimpulan dari pemikiran terdahulu yang ditarik dari prinsip-prinsip yang nyata sendiri kebenarannya.
Para sarjana abad pertengahan memakai istilah sinderesis untuk mengartikan kebiasaan memakai prinsip-prinsip  moral umum, kebiasaan mempunyai prinsip-prinsip semacam itu yang sudah terbentuk dalam pikiran dan kebiasaan memakai prinsip-prinsip tersebut sebagai dasar perbuatan seseorang. Prinsip sinderensis seperti  “kerjakan yang baik, hindari yang buruk” , “hormati hak orang lain ; dan lain-lain bagi pemikiran moral praktis sama halnya dengan prinsip-prinsip pembatalan, alasan yang mencukupi, kualitas, dan lain-lain bagi pemikiran teoritis.       
Premis mayor mungkin suatu prinsip sinderensis, mungkin juga suatu kesimpulan yang berasal dari prinsip sinderesis tetapi dipegang oleh seorang sebagi patokan umum perbuatannya. Peremis minor memasukkan perbuatan khusus yang kini akan dikerjakan kedalam sorotan prinsip umum yang dinyatakan dalam premis mayor.

Kesimpulan secara logis muncul dari padanya adalah keputusan hati nurani sendiri. Contoh:
1. Semua perbuatan dusta tidak diperbolehkan.Hakikat perbuatan saya ini
    adalah dusta.Maka hakikat perbuatan saya ini adalah tidak diperbolehkan.
2. Kesalahan yang bias menyakiti orang lain harus dikoreksi.
Kesalahan yang baru saja aku perbuat adalah menyakiti orang lain.
Maka kesalahan yang baru saya perbuat harus saya koreksi.
Kesimpulan hati nurani sering kita buat demikian cepatnya sehingga kita tidak menyadari bentuk silogistiknya. Tetapi jika kita renungkan proses pemikirannya yang telah kita tempuh,kita dengan mudah bisa melihat bahwa pada hakikatnya berbentuk silogisme.

MACAM HATI NURANI
Hati nurani merupakan penuntun dalam perbuatan-perbuatan yang akan datang, mendorong kita untuk mengerjakannya atau menghindarinya, atau merupakan hakim atas perbuatan yang telah lalu, sumber pembenaran diri atau sumber rasa sesal kita. Yang pertama disebut antencedent conscience, yang terahir consequent  conscience . bila kita memeriksa hati nurani kita menbicarakan consequent  conscience . tetapi untuk kepentingan etika, antencedent conscience jauh lebih penting.inilah yang memerintah atau melarang  apabila melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan moral dan yang meyakinkan atau mengizinkan apabila terhadap pesoalan mana yang baik dan mana yang buruk.
Oleh karena itu keputusan hati nurani adalah keputusan intelek dan intelek bisa sesaat karena memakai premis-premis yang palsu atau memakai atau karena menarik keputusan yang tidak logis, maka hati nurani juga seksama atau keliru.
Hati nurani yang seksama adalah hati nurani yang memutuskan sebagai baik hal yang benar-benar baik, atau memutuskan hal yang benar-benar buruk. Disini ada terdapat persesuaian moralitas subjektif dan moralitas obyektif. Hati nurani yang keliru memutuskan hal yang buruk, atau seburuk hal yang sebenarnya baik. Semua kekeliruan mencapai ketidak tahuan karena seseorang tidak bisa membuat keputusan palsu dalam pikirannya, kecuali jika dia tidak tahu dengan kebenarannya.  Kekeliruan yang terdapat dalam ketidak tahuan itu bisa di atasi dan bisa juga tidak diatasi, hati nurani juga mengandung kepastian  yang memutuskan sesuatu tanpa rasa takut bahwa hal yang berlawanan bisa benar. Hati nurani yang penuh keraguan, atau sama sekali dengan was-was bahwa yang bertentangan mungkin juga benar,  bila tidak mebuat keputusan, intelek dalam keadaan terapung-apung karena tidak melihat motif-motif atau karena melihat motif yang sama dalam kedua belah pihak.
Apabila intelek memutuskan dengan rasa khuatir padahal yang bertentangan, ia memang memberi persetujuan pada satu pihak tetapi keputusannya merupakan suatu opini yang petrobel. Oleh karena itu hati nurani  yang penuh keraguan semacam ini kadang-kadang disebut hati nurani dalam keragu-raguan (probable consince). Tingkat probalitasnya berbeda-beda,  berkisar dari adanya dugaan sedikit saja sampai ke ambang kepastian.
Sesudah kita meliahat hati nurani dan bentuk-bentuknya , sekarang haruslah kita perbincangkan keharusan kita mengikuti hati nurani. Terhadap dua aturan pokok yang harus kita buktikan, dan masing-masing memuat peroblema yang gawat :
a. Selalu patuhilah hati nurani yang pasti.
b. Jangan pernah berbuat dengan hati nurani yang penuh keraguan.

A. Jumlah Hati Nurani Manusia
Kalau kita bertanya lagi berapa hati nurani manusia yang telah kita temukan. Kita akan cenderung mengatakan bahwa telah terdapat empat atau dua macam hati nurani : sebelum atau sesudah perbuatan. Sebetulnya tidaklah demikian. Hati nurani manusia adalah satu. Conscience yang satu itu mempunyai segi lebih dari satu sebelum dan sesudahnya tindakan, dan ini masih di bedakan mengenai perbuatan baik dan jahat.         
Mengapa di katakana hanya satu saja ? Karna hanya satu budi sajalah yang ada pada manusia. Dan satu budi  itu yang menyinari perbuatan manusia di pandang dari nilai kesusilaan.
Satu segi masih dapat di majukan dalam mengulas persoalan gewet atau hati nurani, hal itu adalah praktis dari bisikan hati tersebut, praktis karena bisikan hati itu langsung berhubungann dengan perbuatan yang sudah akan di laksanakan.

B. Mematuhi Suatu Hati Nurani
Hati nurani pasti dan hati nurani seksama adalah antara subjektif dan obyektif artinya, subjektif keadaan orang yang memutuskan suatu kepastian yakni kekuatan kuatnya peperangan dalam hati hingga berani membuat keputusan yang benar-benar pasti, dan menuntaskan segala macam keraguan yang ada pada dirinya yang mengalahkan pandangan-pandangan yang obyektif.
Obyektif menunjukkan keadaan yang seksama yang keputusan seseorang  dalam hatinya  menunjuk keadaan yng sebenarnya. Ada dua kemungkinan yang dihadapi disini yaitu :
a. Hati nurani yang pasti dan seksama.
b. Hati nurani tapi keliru.

HATI NURANI YANG PASTI DAN SEKSAMA
Mengetahui hati nurani pasti dan saksama tidaklah sulit , keharusan kata kita jelas. hati nurani pasti dan saksama adalah sekedar hukum kodrat yang diumumkan pada individu dan diterapkan pada perbuatannya  sendiri  tetapi hukum moral harus dipatuhi, maka hati nurani pasti dan saksama harus dipatuhi
Tingkat kepastian apakah yang dituntut ? cukup bahwa  hati nurani secara bijaksana pasti {prudentially certain}. Ini bukan suatu kepastian relative, didalamnya tersisihkan segala rasa takut yang beralasan, rasa takut yang bijaksana bahwa hal yang bertentangan mungkin benar, tetapi tidaklah menghancurkan  rasa takut bayangan yang semata didasarkan atas kemungkinan-kemungkinan, alas an-alasan yang ada cukup kuat untuk memuaskan seseorang yang normal bijaksana dalam  satu hal yang penting sehingga orang tersebut merasa aman pasti dalam prakteknya meskipun ada terdapat kesempatan teoritis bahwa ia berbuat salah. Tindakan tindakan pencegahan yang semestinya telah dikerjakan , tetapi ia tidak bisa menjamin bahwa hal yang aneh mungkin terjadi, dalam soal moral, kepastian matematis yang tegas {kepastian metafisik }, lawannya berarti kontradiksi } atau juga kepastian ilmu-ilmu {physical certitude, kepastian, pisik, lawannya adalah mukzizat} , janganlah diharapkan. Bila ada soal perbuatan, soal sesuatau yang harus dikerjakan sekarang, tetapi sering mencakup konsekuensi-konsekuensi  yang sementara darinya yang bergantung kepadam kehendak-kehendak orang-orang lain, kemungkinan yang mutlak akan adanya kekeliruan, tidak bisa seluruhnya disingkirkan/dicegah. Tetapi hal itu bisa dikurangi sehingga orang yang normal, orang yang tidak tergganggu penyakit neurosis, tidak akan terhalang untuk berbuat karena rasa takut. Maka seorang yang bijaksana sudah menyelidiki persoalanya dapat berkata bahwa ia pasti bahwa jahat ini salah, bahwa orang ini jujur. Kepastian yang beralasan ( prudential certitude) berhubung menyingkirkan segala bentuk rasa takut yang balasan untuk membawa kekeliruan, adalah lebih dibandingkan dengan suatu kemungkinan besar yang tidak bersih dari rasa takut yang beralasan.
           
HATI NURANI TAPI KELIRU
Apa yang akan terjadi bila seseorang berhati keliru ?  kekeliruanya dapat diatasi dengan cara mengoreksi diri. Semua orang tahu bahwa ia melekukan kekeliruan dalam perbuatannya,yaitu dengan cara mengoreksi diri bahwa sadar dengan apa yang dilakukannya itu benar atau salah. Tapi hati nurani yang keliru dapat diatasi tidak dapat menjadi hati nurani yang pasti. Hal tersebut dapat dilihat dengan bertanya bagaimana suatu hati nurani dapat menjadi keliru dan dapat diatasi ? seorang dapat mempunyai opini yang perobabel, yakni pendapat yang sekedar bermutu “barangkali” yang ia lalui membuktikan meskipun ia dapat berbuat demikian. Atau juga ia pernah berbuat keputusan dengan pasti tetapi keliru, dan kini ia mulai meragukan apakah perbuatannya itu keliru atau tidak. Selama ia tidak menyadari kekeliruanya, hati nurabninya keliru tidak bisa diatasi. Kekeliruannya menjadi dapat diatasi hanya ia subjektif, tidak lagi pasti dan mulai meragukan, jadi hati nurani yang keliru dapat diatasi adalah nama bagi hati nurani yang penuh keraguan sejak permulaan, atau, jika tidak, hati nurani yang sekali waktu secara subjektif pasti tetap keliru, dan kini hanya menjadi hati nurani yang hanya penuh dengan keraguan. Hal tersebut akan kita selesaikan dalam saat kita membicarakan hati nurani yang penuh keraguan.         
Alasan pokok kesimpulan diatas adalah bahwa kehendak tergantung dengan intelek yang menyodorkan sesuatu yang tidak baik dari kehendak. Perbutan menghendaki baik sejauh mengarah kepada kebaikan yang disodorkan oleh intelek, buruk bila mengarah kepada hal yang menurut intelek adalah buruk. Kekeliruan yang tidak dapat diatasi dalam intelek tidaklah mengubah kebaikan atau keburukan perbuatan yang menghendaki ,  yang pada pokoknya merupakan intelek moralitas. Apabila seseorang dengan kuat yakin bahwa perbuatannya adalah benar, ia menaati hukum moral sejauh ia dapat menaatinya. Manakala ia yakin dengan tangguh bahwa perbuatannya salah, maka ia tidak mematuhi hukum moral yang dimaksud, meskipun bisa jadi perbuatan secara obyektif tidak salah.

A. Bertindak Dengan Hati Nurani Penuh Keraguan
Orang yang berbuat dengan hati nurani yang pasti tapi keliru tidak dapat diatasi, ia menghindari keburukan moral sejauh mingkin. Bukanlah salahnya bahwa keputusannya salah, dan ia tidak dapat mempunyai alasan untuk percaya ia salah. Tetapi hal tersebut  tidak bisa kita katakan pada orang yang hati nuraninya penuh keraguan. Ia punya alasan untuk percaya bahwa perbuatan yang akan dilakukannya  bisa juga salah, tetapi ibagaimanapun juga ia melaksanakan perbuatan tersebut.  Benar  ia tidak pasti  bahwa ia memperkosa hukum, tetapi ia tidak mau memakai sarana guna menghindari kemungkinan memperkosa hukum ini. Jadi ia melakukan perbuatan memperkosa atau tidak memperkosa hukum.  Sikap meremehkan hukum semacam itu menunjukan adanya maksud jahat.  Sebab ia menghendaki perbuatan tersebut, tanpa perduli perbuatan itu benar atau salah.  Bila perbuatan tersebut ternyata obyektif  benar, hal itu hanya kebetulan. Maka tidak pernah diperkenankan utuk bertindak dengan hati nurani dengan penuh keraguan.
Lalu, apakah yang dikerjakan oleh orang yang hati nuraninya penuh keraguan ? Keharusannya, pertama, ialah ia mencoba untuk menghapus keraguannya. Ia harus merenungkan masalahnya untuk melihat, mengapa ia tidak dapat mencapai kesimpulan yang pasti. Ia harus menyelidiki dan mencari nasihat, juga mencarinya pada para ahli bila masalahnya cukup penting. Ia harus menelaah fakta-fakta yang terdapat dalam masalah yang dihadapi dan, bila mungkin, memastikannya. Ia harus memakai segala sarana dan jalan yang normal dipakai oleh orang bijaksana, seimbang dengan pentingnya masalah. Sebelum membuat suatu langkah yang penting, orang ahli merasa keringat bersusuah payah mengadakan penyelidikan atas suatu hal , memastikan data-datanya, mencari nasehat kaum ahli lainnya disamping memikirkan sendiri dengan sangat teliti. Hukum kodrat menuntut kesungguhan yang sama dalam masala-masalah moral.
Bagai mana kalu keraguan tidak bisa biselesaikan ?
Bisa terjadi bahwa inpormasi yang diperlukan tidak dapat karena faktanya tidak dicatat atau direkam, atau catatannya, hilang, atau hukumnya samar-samar, atau juga para ahli berdeda, atau masalahnya tidak dapat di tunda lagi guna lebih dahulu mangadakan riset, penyelidikan. Bila tidak pernah diperbolehkan bertindak dengan hati nurani penuh keraguan, apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang bila dalam keraguan ? Mungkin nampaknya jawabannya mudah : tidak berbuat apa-apa. Tapi sering sikap ini tidak menolong karena kelalaian bisa bersifat sukarela dan keraguan bisa jadi justru mempersoalkan masalah : apakah boleh tidak kita berbuat dalam masalah ini ?.
Jawaban atas kesulitan tersebut, bahwa setiap hati nurani yang penuh keraguan dapat dalam peraktek sesungguhnya di ubah menjadi hati nurani yang pasti, bahwa seseorang tidak perlu terus berada dalam keragu-raguan tentang apa yang harus ia kerjakan.  Bila metode penyelidikan langsung sebagai yang telah kita paparkan diatas itu telah dipakai dan ternyata tidak memebawa hasil
(hal itu terus selalu lebih dahulu dipakai), maka kita mnggunakan metode yang tidak langsung dalam membentuk hati nurani kita, yakni dengan memakai perinsip-perinsip refleks.
Membentuk Hati Nurani
Dalam kaitan ini perlu di ingat apa yang kita katakan tentang ketidak tahuan yang tidak dapat diatasi. Kemungkinan bisa menjadi dua hal :
a. Seseorang tidak tahu dalam bahasanya ia berada dalam ketidaktahuan,
    atau
b. Tahu tetapai tidak dapat inpormasi yang dibutuhkannya.
Yang pertama adalah contoh ketidak tahuan atau kekeliruan yang tidak dapat diatasi, dan bukan contoh karaguan. Hati seseorang yang subjektip pasti, dan ia harus mengikuti hati nuraninya yang pasti, apakah itu korek- seksama atau keliru tidak dapat diatasi, sebagai mana telah di katakan di muka.
Yang kedua adalah suatu bentuk keraguan karena disini seorang sadar tetang ketidak tahuannya, dan akibatnya ragu-ragu terhadap apa yang seharusnya ia kerjakan. Hal yang penting kita perhatikan ialah bahwa keraguannya bersipat rangkap :
1) Apakah kebenaran yang sebenarnya dari masalah yang ada ?
2) Apa yang wajib dikerjakan seseorang dalam situasi seoperti ini ?
Yang pertama ialah :
Keragauan yang teoritis atau sepekulatif. Dan ini adalah Yang pertama ialah : Keragauan yang teoritis atau sepekulatif. Dan ini adalah pertanyaan yang dapat  dijawab karena metode langsung yang telah dipakai, tetapi gagal memberi hasil.
Yang kedua ialah :
Keraguan peraktis atau operatif. Dan hanya inilah yang bisa diselasaikan.
Meskipum banyak keraguan yang teoritis tidak dapat diatasi, tapi tiap keraguan teoritis dapat diatasi, seorang bisa menjadi pasti tentang apa yang harus ia kerjakan, bagaimana ia diharapkan untuk bertindak, perbuatan apakah yang ia tuntut daripadanya meskipun tetap berada dalam setatus tidak bisa menghapus keraguan teoritis. Jadi, meskipun kebenaran atau kesalahan perbuatan tidak terselesaikan dalam abstraknya, orang ini menjadi pasti tentang apa yang wajib atau diperbolehkan untuk melakukannya dalam keadaan kongkrit. Maka ia berbuat dengan hati nurani yang pasti. Dengan kata lain, ia menentukan macam-macam perbuatan yang pasti diperoleh bagi seorang yang dalam keadaan ragu-ragu. Peroses menyelesaikan keraguan peraktis tanpa menyentuh kraguan teoritis adalah apa yang disebut membentuk hati nurani.

B. Perinsip-Perinsip Refleks.
Peroses pembentukan hati nurani terwujud dengan memakai perinsip-perinsip refleks, yakni perinsip yang dipakai oleh pemikiran dalam merenungi keadaan keragu-raguan dan ketidak tahuan yang sekarang dialami. Dua perinsip yang diterapkan disini :
1) Jalan yang lebih aman harus dipilih
2) Suatu hukum yang meragukan tidak mengikat.
Perinsip yang pertama boleh dipakai, tetapi perinsp yang kedua terbatas.
Jalan lebih aman. Selalu diperkenankan memilih jalan yang moral lebih aman, yakni yang lebih memegang hukum moral. Jika orang tidak wajib tetapi ragu-ragu boleh atau tidak berbuat , jalan yang lebih aman adalah mengelapakan perbuatan tersebut. Jadi, bila ragu-ragu  boleh atau tidak berbuat, jalan yang lebih aman adalah mengelepakan perbuatan tersebut. Jadi, bila ragu-ragu apakah uang ini menurut keadilan punya saya, saya dapat menolak begitu saja.         
Kadang –kadang kita wajib mencari jalan yang lebih aman. Kita harus berbuat demikian bila ada suatau tujuan yang harus dicapai dengan penuh tenaga kita, dan keraguan kita hanya sekedar efisiensi jalan atau sarana yang harus dipakai untuk maksud ini.disini keharusan yang tidak diragukan guna mencapai mencangkup keharusan memakai dengan pasti jalan atau sarana yang efisien. Seorang dokter tidak bisa mneggunakan obat yang meragukan untuk pasiennya apabila ia mempunyai obat yang kebih pasti. Seorang pembela tidak boleh memilih mempertahankan terdakwa dengan argumentasi-argumentasi yang lemah bila ia mempunyai argumentasi-argumentasi yang lebih kuat, seorang pemburu tidak boleh menembak kearah semak-semak bila ia ragu-ragu, apakah binatang yang bergerak tadi adalah manusia atau binatang. Seorang pedagang tidak boleh membayar utangnya yang ada dengan mata uang yang mungkin palsu atau menjual barang-barang yang mungkin sudah hancur sebagai barang yang baik sekali.

C. Kesimpulan Hati Nurani
Dalam kejadian-kejadian diatas keharusan seseorang sudahlah pasti, dan ia harus memakai sarana yang tentunya akan memenuhi. Tetapi terdapat kejadian-kejadian lain yang keharusnya sendiri masih merupakan masalah yang meragukan. Disini sangat berlainanlah yang kita hadapi. Jalan yang lebih aman, meski selalu boleh,sering mahal dan tidak menyenangkan. Terdorong oleh keinginan untuk mengerjakan hal yang lebih baik, sering kita mengikutinya saja tanpa komentar. Tetapi kita wajib mengikutinya dalam segala kejadian keraguan, sukarnya hidup tidak akan terderita lagi. Kesukaran-kesukaran semacam itu harus dihindari dengan memakai perinsip-perinsip refleks yang kedua.
Huklum yang meragukan :
Hukum yang meragukan tidak mengikat, hanya dapat diterapkan bila saya ragu-ragu apakah saya ikut atau tidak ikut oleh keharusan, bila keraguan hati nurani berkisar pada sesuai tidaknya perbuatan yang harus dikerjakan dengan hukum. Dibalik perinsip ini ialah permakluman adalah hakikat hukum, dan suatu hukum tidaklah tidak dipermaklumkan karena tidak cukup dengan diberi tahukan kepada si pribadi yang mau berbuat sekarang dan ditempat ini.         
Hukum memberi beban keharusan, yang biasanya memayahkan, dan siapa yang hendak membebankan keharusan atau membatasi kemerdekaan orang lain, haruslah membuktikan, haknya untuk berbuat demikian. Orang dianggap bebas sampai pasti bahwa ia dikekang. maka hukum atau kekekangan yang ada tetapi meragukan, kekuatan kehilangan mengikatnya. Hendaknya hati-hati dalam kejadian –kejadian ini dari kejadian-kejadian perinsip lainnya. Tidak boleh menggelindingkan batu besar dari suatu bukit dengan harapan semata menjatuhi orang yang lewat di bawah.
         
BAB III
P E N U T U P
 A . Kesimpulan
Sebagai kesimpulan terakhir dapat dikemukakan Konsep hati Nurani dalam hubungan susila budi manusia sepanjang memberikan pengertian dengan baik dan jeleknya perbuatan yang akan dan sudah dilaksanakan, pengertian memberikan limpahan rasa perasaan kepada manusia setelah perbuatan terjadi.
Kita bergeser dari moralitas obyektif kearah subjektif. Manusia individu menetapkan norma moralitas dan hukum kodrad pada perbuatannya sendiri dengan menggunakan hati nurani (geweten, concience)         
Konsep Hati nurani bukanlah konsep kemampuan yang husus, melainkan suatu fungsi dari akal budi peraktis memutuskan perbuatan konkrit dari seseorang sebagai mempunyai artimoral baik atau buruk. Penyimpulan yang digunakan oleh akal budi adalah suatu silogisme deduktif, perinsip mayor adalah suatu perinsip moral yang diterima, perinsip minor adalah penerapan perinsip pada kejadian yang sekarang yang sedang dihadapi, kesimpulan adalah hati nurani. Hati nurani yang mendahului adalah suatu bimbingan ke perbuatan-perbuatan yang akan datang , konsep hati nurani yang mengikuti adalah yang memutuskan mengenai perbuatan yang sudah terjadi. Hati nurani yang seksama menentukan yang baik adalah baik, yang buruk adalah yang buruk, hati nurani yang sesat memutuskan yang baik sebagi yang salah dan yang buruk sebagi yang baik. Hati nurani pasti memutuskan dan mementukan tanpa ada rasa takut akan terjadinya hal sebaliknya, hati nurani yang ragu-ragu  tidak membuat keputusan dengan rasa takut akan terjadi hal sebaliknya.      Hati nurani keras atau kendor sejauh cenderung melebih-lebihkan atau mangurangi kewajiban. Selalu taatilah hati nurani yang pasti. Hati nurani yang pasti dan  koreksi adalah penerapan yang jelas dan semestinya dari hukum moral. Kepastian yang bijaksana,  penyisuihan tentang bentuk ketakutan yang bijaksana tantang hal yang sebaliknya, adalah hal yang dapat diharapkan dalam soal-soal moral. Seseorang yang dalam keraguan atau kebingungan dengan apa yang dia perbuat haruslah menggunakan penyelidikan terlebih dahulu sebelum berbuat seuatu hal yang berat untuk diputuskan sendiri. Apabila cara ini tidak membawa hasil, metode tidak langsung dalam hal ini bisa menjadi pilihan untuk membentuk hati nurani seseorang.
Keraguan-raguan dapat dikupas dengan salah satu dari perinsip repleks :
Jalan yang lebih aman yang harus dipilih. Suatu hukum yang meragukan tidak mengikat.

B. Saran
Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain, sebagi manusia yang di tuntun oleh hati nurani yang sebagai sinar budi penerang bagi perbuatannya, haruslah pandai dalam melakukan sebuah perbuatan yang dia tentukan. Untuk itu pandai-pandailah untuk memilah perbuatan yang mana dikatakan perbuatan baik dan buruk. Karena pada dasarnya kita sebagi manusia sudah kodratnya menjadi makhluk sosial dan individu yang harus menciptakan perbuatan moralitas bagi dirinya peribadi dan masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

 Salam Burhanudin, M.M. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral, Rineka   
 Cipta, Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.