BAB
I
PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang
Bagi
masyarakat majmuk , diskusi tentang kemoralan secara pilosofati akan senatiasa
aktual dan relevan. Modal kita sama , yakni kemampuan intelektual dan rasional.
Kepentingtan titik-titik dalam kemoralan
bagi pengembangan hidup bersama sesuai
dengan martabat manusia. Secara umum disadari kiranya bahwa banyak orang
yang pengertiannya tentang moral belum
disempurnakan sehingga menjadi pengertian orang dewasa, apalagi pengertian orang pelajar . mengingat
kenyataan ini, maka sangat diperlukan paparan tentang moral untuk memberikan
pengertian yang replekstif. Karena manusia kita ketahui memiliki jati diri dari
nenek monyang yang menjadi sebuah tradisi baik itu secala susila atapun sopan santun
yang lainnya.
Manusia
tanpa memiliki susila takkan memiliki Negara yang teratur, tidak mungkin ada
demokrasi , tidak mungkin ada ekonomi sehat dan tidak mungkin ada budaya - budaya
yang ada pada saat ini. Disini kami mencoba memaparkan bagai mana sebuah tujuan
dari filsapat moral yang menjadi acuan
kita bertingkah laku. Secara garis besar filsafat moral adalah sebuah ilmu yang
mempelajari fakta pengalaman bahwa
manusia bisa membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dari yang
buruk, dan manusia memiliki rasa yang wajib.
Konsep
Hati Nurani memberi perinsip umum seperti jangan berdusta, jangan mencuri,
jangan membunuh dan lain-lain. Tetapi
hukum tidak mengatakan apakah perbuatan tertentu yang di kerjakan oleh peribadi
tertrentu ini dia waktu sekarang dan disini ini adalah suatu perbuatan berdusta, mencuri, membunuh. Hukum akan tidak
ada gunanya jika semua orang tiadak mempunyai kemampuan untuk menerapkan hukum
pada situasi konkrit di tempat orang tadi berada. Kemampuan ini, yakni
menghubungkan hubungan hukum dan perbuatan individual, adalah apa yang disebut
dengan hati nurani. Sekian jauh moralitas obyektiflah ke moralitas obyektif
moralitas. Sebab, dengan menggunakan keduanya kita dapat mengerti, apakah suatu
perbuatan tertentu itu perbuatan yang menurut hakikatnya baik ataupun buruk,
ataukah independen.
Dengan
konsep hati nurani bisa menentukan sesuatu itu baik ataupun buruk, untuk itu
perlu kita kaji kembali dan memperdalam tentang hakikat dari hati nurani ini.
B.Rumusan Masalah
Dari
berbagai latar belakang di atas maka kami menyimpulkan yang menjadi rumusan
masalah yang kami maksud adalah sebagai berikut :
a.Apakah
hati nurani itu ?
b.Bagaimana
Konsep Hati Nurani ?
c.Bagimana
keputusan hati nurani di buat ?
d.Haruskah
kita mengikuti hati nurani ?
e.Bolehkah
kita bertindak dengan hati nurani bimbang ?
f. Bagaimana
keraguan hati nurani dapat diselaisekan ?
Beberapa
m permasalah diatas akan kita kupal lebih lanjud dibalam pembahasan makalah
ini. Guna mengetahui makna dan peranan hati nurani kita.
BAB
II
PEMBAHASAN
KONSEP HATI NURANI
A. Pengertian Hati Nurani Manusia
Dalam
sejarah kebangkitan orde baru, kite kenal dengan adanya teritura (tiga tuntutan hati nurani rakyat), yang berakar pada hati
nurani manusia, orang Indonesia yang tertindas pada masa orde lama, lalu
bangkit menyusul oleh ordeb baru. Kata hati nurani manusia (het geweten van den
mens , the consciecen of mean ). Kita tahu bahwa arti hati nurani kemanusiaan (
manusia) dalam hubungan itu jauh lebih luas dari pada yang kita maksud dalam
uraian ini. Hati nurani dalam tritura Indonesia adalah budi manusia sepanjang
menemukan semua hal-hal atau kebenaran-kebenaran yang universal yang dimanapun dan pada bangsa mana pun sama,
karna hati nurani manusia bersarang pada kemanusiaan yang sama pada setiap
orang dan bangsa di dunia.
Sepanjang
budi manusia menemukan kebenaran yang universal, yang umum dan abadi sepanjang
masa budi manusia berwujut satu terang, sinar. Dalam hubungan ini akan
memakainya pada penyusunan tindakan kemanusiaan.
B. Hati Nurani
Hati
nurani kadang-kadang disebut dengan suara tuhan. Tetapi istilah tersebut harus
diterima secara metafosis, jangan sampai harafiah. Hal tersebut tidah berarti
bahwa kita dapat revelasi/wahyu khusus dari
tuhan tentang setiap perbuatan yang akan kita perbuat. Tuhan berbicara kepada
kita melalui kodrat tersebut. Manifestasi
adikodrati adalah diluar pilsapat moral. Hati nurani bukanlah merupakan
kemampuan khusus, berbeda dari inteleks. Bila tidak demikian, berarti keputusan
kita atas kebenaran dan kesalahan perbuatan-perbuatan individual kita akan
nonrasional, nonintelektual sifatnya, produk sesuatu naluri yang buta. Jelas
perbuatan semacam itu tidak dipunyai oleh makhluk yang ciri khasnya
rasionalitas. Moral sence theory karenanya tidak dapat diterima. Hati nurani
adalah suatu fungsi yang intelek peraktis. Bukan soal benar atau salah dalam
teorinya, yang dipersoalkan oleh hati nurani adalah seperti “mengapa berdusta
salah ?”, mengapa keadilan harus dijalankan ?.
Konsep Hati
nurani mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan peraktis : apa yang perlu dikerjakan
dalam situasi kongkrit ini ?, bila aku kerjakan perbuatan ini aku berpikir.
Berdustakah aku ? Juga intelek peraktis yang sama itu yang kita pakai membuat keputusan
apa 6yang harus dikerjakanatau apa yang haruis disingkiri dalam soal-soal hidup
lainnya seperti : bagaimana perusahaan yang akan saya usahakan, bagimana
menggunakan uangku, bagimana membangun rumahku, bagimana kesehatanku, dan lain
sebagainya. Seperti juga keputusan-keputusan lainnya, konsep hati nurani dapat
salah, dapat membuat keputusan moral yang palsu. Sebagimana orang bias membuat
kesalahan-kesalahan dalam bidang hidup lainnya, demikian ia juga bisa salah
dalam tingkah laku peribadinya. Tetapi dalam kesemuanya itu manusia hanya punya
satu bimbingan, yaitu itu inteleknya. Hati nurani kita beri batasan : keputusan
peraktis akal budi yang mengatakan suatu perubahan buruk maka harus dihindari.
Ada tiga
hal yang di cangkup dalam hati nurani :
a.
Intelek
sebagi kemampuan yang membentuk keputusan-keputusan tentang perbuatan-perbuatan
individual yang benar dan salah.
b.
Proses
pemikiran yang ditempuh intelek guna mencapai keputusan semacam itu.
c.
Keputusan
sendiri yang merupakan kesimpulan proses pemikiran.
Hati nurani sebenarnya hanya mengatakan yang
paling akhir itu, tetapi
memuat hal lainya diatas. Maka hati nurani bisa
kita artikan ketiga
poin diatas.
C. Perbuatan Manusia Qua Talis
Dalam
menganalisis sumber-sumber perbuatan insan telah kita temukan bahwa perbuatan
manusia akan jadi perbuatan manusia qua talis jika dipengaruhi budi dan
kehendak.
Dalam
perinsip perbuatan manusia qua talis selalu ada pengaruh kerja budi. Sampai
dimanakah kerja budi itu.hal itu telah kita temukan bawa perbuatan harus
diketahui lebih dahulu sebagai perbuatan, harus ada pengertian dari perbuatan
itu,perbuatan haruslah berada dibawah sinar budi manusia, dibawah budi nurani,
hati nurani manusia. Dalam artian bahwa perbuatan manusia disinari, disoroti,
diterangi oleh budi manusia sehingga jelas perbuatan manusia ituterjadi oleh
manusia. Setelah perbuatan itu diterangi oleh budi manusia, tempaklah
bagaimanakah wujud perbuatan itu, andai kata punya warna apakah perbuatan itu
merah, hitam, putih atau hijau. Meskipun tidak mempunyai warna tapi memang karena sinar budi manusia
benar tampak jelas bentuknya..
Tiap
kemanusiaan adalah satu, perbedaan kulit dan warna, perbedaan bentuk dan rupa
tidak mempunyai akibat perbuatan kemanusiaan. Selama manusia disebut manusia,
selama masih mempunyai alam kodrat manusia,
selama itu pula manusia tetap mempunyai
hati nurani insani. Oleh karena itu, hati nurani kemanusiaan adalah konsekuensi
dari alam kodrat manusia, karena hati
nurani kemanusiaan adalah sinar dari
budi kemanusiaan dalam arti nicellect. Untuk itu, hati nurani adalah suatau
keharusan mutlak dari kemanusiaan, suatu keharusan mutlak sebagai akibat dari
alam kodrat budi yang bibawa oleh kodrat manusia.
D. Keputusan Hati Nurani
Proses
pemikirannya untuk mencapai suatu keputusan hati nurani adalah sama seperti yang dalam setiap
pemikiran logis deduktif. Pemikiran deduktif menuntut adanya peremis minor atau
penerapan prinsip pada suatu kasus tertentu, dan kesimpulan yang pasti muncul
dari kedua peremis tersebut. Peremis mayor yang dipakai guna membentuk keputusan
hati nurani adalah suatu prinsip moral umum, baik yang nyata sendiri kebenarannya (tidak perlu penyelidikan lagi) ataupun
kesimpulan dari pemikiran terdahulu yang ditarik dari prinsip-prinsip yang
nyata sendiri kebenarannya.
Para sarjana
abad pertengahan memakai istilah
sinderesis untuk mengartikan kebiasaan memakai prinsip-prinsip moral umum, kebiasaan mempunyai prinsip-prinsip
semacam itu yang sudah terbentuk dalam pikiran dan kebiasaan memakai prinsip-prinsip
tersebut sebagai dasar perbuatan seseorang. Prinsip sinderensis seperti “kerjakan yang baik, hindari yang buruk” ,
“hormati hak orang lain ; dan lain-lain bagi pemikiran moral praktis sama
halnya dengan prinsip-prinsip pembatalan, alasan yang mencukupi, kualitas, dan
lain-lain bagi pemikiran teoritis.
Premis
mayor mungkin suatu prinsip sinderensis, mungkin juga suatu kesimpulan yang
berasal dari prinsip sinderesis tetapi dipegang oleh seorang sebagi patokan
umum perbuatannya. Peremis minor memasukkan perbuatan khusus yang kini akan
dikerjakan kedalam sorotan prinsip umum yang dinyatakan dalam premis mayor.
Kesimpulan
secara logis muncul dari padanya adalah keputusan hati nurani sendiri. Contoh:
1. Semua
perbuatan dusta tidak diperbolehkan.Hakikat perbuatan saya ini
adalah dusta.Maka hakikat perbuatan saya
ini adalah tidak diperbolehkan.
2. Kesalahan
yang bias menyakiti orang lain harus dikoreksi.
Kesalahan
yang baru saja aku perbuat adalah menyakiti orang lain.
Maka kesalahan
yang baru saya perbuat harus saya koreksi.
Kesimpulan
hati nurani sering kita buat demikian cepatnya sehingga kita tidak menyadari bentuk
silogistiknya. Tetapi jika kita renungkan proses pemikirannya yang telah kita
tempuh,kita dengan mudah bisa melihat bahwa pada hakikatnya berbentuk
silogisme.
MACAM HATI NURANI
Hati
nurani merupakan penuntun dalam perbuatan-perbuatan yang akan datang, mendorong
kita untuk mengerjakannya atau menghindarinya, atau merupakan hakim atas
perbuatan yang telah lalu, sumber pembenaran diri atau sumber rasa sesal kita.
Yang pertama disebut antencedent
conscience, yang terahir consequent conscience . bila kita memeriksa hati nurani
kita menbicarakan consequent conscience . tetapi untuk kepentingan
etika, antencedent conscience jauh
lebih penting.inilah yang memerintah atau melarang apabila melakukan perbuatan yang tidak sesuai
dengan moral dan yang meyakinkan atau mengizinkan apabila terhadap pesoalan
mana yang baik dan mana yang buruk.
Oleh
karena itu keputusan hati nurani adalah keputusan intelek dan intelek bisa
sesaat karena memakai premis-premis yang palsu atau memakai atau karena menarik
keputusan yang tidak logis, maka hati nurani juga seksama atau keliru.
Hati
nurani yang seksama adalah hati nurani yang memutuskan sebagai baik hal yang
benar-benar baik, atau memutuskan hal yang benar-benar buruk. Disini ada
terdapat persesuaian moralitas subjektif dan moralitas obyektif. Hati nurani
yang keliru memutuskan hal yang buruk, atau seburuk hal yang sebenarnya baik.
Semua kekeliruan mencapai ketidak tahuan karena seseorang tidak bisa membuat
keputusan palsu dalam pikirannya, kecuali jika dia tidak tahu dengan
kebenarannya. Kekeliruan yang terdapat
dalam ketidak tahuan itu bisa di atasi dan bisa juga tidak diatasi, hati nurani
juga mengandung kepastian yang
memutuskan sesuatu tanpa rasa takut bahwa hal yang berlawanan bisa benar. Hati
nurani yang penuh keraguan, atau sama sekali dengan was-was bahwa yang
bertentangan mungkin juga benar, bila
tidak mebuat keputusan, intelek dalam keadaan terapung-apung karena tidak
melihat motif-motif atau karena melihat motif yang sama dalam kedua belah
pihak.
Apabila
intelek memutuskan dengan rasa khuatir padahal yang bertentangan, ia memang
memberi persetujuan pada satu pihak tetapi keputusannya merupakan suatu opini
yang petrobel. Oleh karena itu hati nurani
yang penuh keraguan semacam ini kadang-kadang disebut hati nurani dalam
keragu-raguan (probable consince). Tingkat probalitasnya berbeda-beda, berkisar dari adanya dugaan sedikit saja
sampai ke ambang kepastian.
Sesudah
kita meliahat hati nurani dan bentuk-bentuknya , sekarang haruslah kita
perbincangkan keharusan kita mengikuti hati nurani. Terhadap dua aturan pokok
yang harus kita buktikan, dan masing-masing memuat peroblema yang gawat :
a. Selalu
patuhilah hati nurani yang pasti.
b. Jangan
pernah berbuat dengan hati nurani yang penuh keraguan.
A. Jumlah Hati Nurani Manusia
Kalau
kita bertanya lagi berapa hati nurani manusia yang telah kita temukan. Kita
akan cenderung mengatakan bahwa telah terdapat empat atau dua macam hati nurani
: sebelum atau sesudah perbuatan. Sebetulnya tidaklah demikian. Hati nurani
manusia adalah satu. Conscience yang satu itu mempunyai segi lebih dari satu
sebelum dan sesudahnya tindakan, dan ini masih di bedakan mengenai perbuatan
baik dan jahat.
Mengapa
di katakana hanya satu saja ? Karna hanya satu budi sajalah yang ada pada
manusia. Dan satu budi itu yang
menyinari perbuatan manusia di pandang dari nilai kesusilaan.
Satu
segi masih dapat di majukan dalam mengulas persoalan gewet atau hati nurani,
hal itu adalah praktis dari bisikan hati tersebut, praktis karena bisikan hati
itu langsung berhubungann dengan perbuatan yang sudah akan di laksanakan.
B. Mematuhi Suatu Hati Nurani
Hati
nurani pasti dan hati nurani seksama adalah antara subjektif dan obyektif
artinya, subjektif keadaan orang yang memutuskan suatu kepastian yakni kekuatan
kuatnya peperangan dalam hati hingga berani membuat keputusan yang benar-benar
pasti, dan menuntaskan segala macam keraguan yang ada pada dirinya yang
mengalahkan pandangan-pandangan yang obyektif.
Obyektif
menunjukkan keadaan yang seksama yang keputusan seseorang dalam hatinya
menunjuk keadaan yng sebenarnya. Ada dua kemungkinan yang dihadapi
disini yaitu :
a. Hati
nurani yang pasti dan seksama.
b. Hati
nurani tapi keliru.
HATI NURANI YANG PASTI DAN SEKSAMA
Mengetahui
hati nurani pasti dan saksama tidaklah sulit , keharusan kata kita jelas. hati
nurani pasti dan saksama adalah sekedar hukum kodrat yang diumumkan pada
individu dan diterapkan pada perbuatannya
sendiri tetapi hukum moral harus
dipatuhi, maka hati nurani pasti dan saksama harus dipatuhi
Tingkat
kepastian apakah yang dituntut ? cukup bahwa
hati nurani secara bijaksana pasti {prudentially certain}. Ini bukan
suatu kepastian relative, didalamnya tersisihkan segala rasa takut yang
beralasan, rasa takut yang bijaksana bahwa hal yang bertentangan mungkin benar,
tetapi tidaklah menghancurkan rasa takut
bayangan yang semata didasarkan atas kemungkinan-kemungkinan, alas an-alasan
yang ada cukup kuat untuk memuaskan seseorang yang normal bijaksana dalam satu hal yang penting sehingga orang tersebut
merasa aman pasti dalam prakteknya meskipun ada terdapat kesempatan teoritis
bahwa ia berbuat salah. Tindakan tindakan pencegahan yang semestinya telah
dikerjakan , tetapi ia tidak bisa menjamin bahwa hal yang aneh mungkin terjadi,
dalam soal moral, kepastian matematis yang tegas {kepastian metafisik },
lawannya berarti kontradiksi } atau juga kepastian ilmu-ilmu {physical
certitude, kepastian, pisik, lawannya adalah mukzizat} , janganlah diharapkan.
Bila ada soal perbuatan, soal sesuatau yang harus dikerjakan sekarang, tetapi
sering mencakup konsekuensi-konsekuensi
yang sementara darinya yang bergantung kepadam kehendak-kehendak
orang-orang lain, kemungkinan yang mutlak akan adanya kekeliruan, tidak bisa
seluruhnya disingkirkan/dicegah. Tetapi hal itu bisa dikurangi sehingga orang
yang normal, orang yang tidak tergganggu penyakit neurosis, tidak akan
terhalang untuk berbuat karena rasa takut. Maka seorang yang bijaksana sudah
menyelidiki persoalanya dapat berkata bahwa ia pasti bahwa jahat ini salah,
bahwa orang ini jujur. Kepastian yang beralasan ( prudential certitude)
berhubung menyingkirkan segala bentuk rasa takut yang balasan untuk membawa
kekeliruan, adalah lebih dibandingkan dengan suatu kemungkinan besar yang tidak
bersih dari rasa takut yang beralasan.
HATI NURANI TAPI KELIRU
Apa yang
akan terjadi bila seseorang berhati keliru ?
kekeliruanya dapat diatasi dengan cara mengoreksi diri. Semua orang tahu
bahwa ia melekukan kekeliruan dalam perbuatannya,yaitu dengan cara mengoreksi
diri bahwa sadar dengan apa yang dilakukannya itu benar atau salah. Tapi hati
nurani yang keliru dapat diatasi tidak dapat menjadi hati nurani yang pasti.
Hal tersebut dapat dilihat dengan bertanya bagaimana suatu hati nurani dapat
menjadi keliru dan dapat diatasi ? seorang dapat mempunyai opini yang
perobabel, yakni pendapat yang sekedar bermutu “barangkali” yang ia lalui
membuktikan meskipun ia dapat berbuat demikian. Atau juga ia pernah berbuat
keputusan dengan pasti tetapi keliru, dan kini ia mulai meragukan apakah perbuatannya
itu keliru atau tidak. Selama ia tidak menyadari kekeliruanya, hati nurabninya
keliru tidak bisa diatasi. Kekeliruannya menjadi dapat diatasi hanya ia
subjektif, tidak lagi pasti dan mulai meragukan, jadi hati nurani yang keliru
dapat diatasi adalah nama bagi hati nurani yang penuh keraguan sejak permulaan,
atau, jika tidak, hati nurani yang sekali waktu secara subjektif pasti tetap
keliru, dan kini hanya menjadi hati nurani yang hanya penuh dengan keraguan.
Hal tersebut akan kita selesaikan dalam saat kita membicarakan hati nurani yang
penuh keraguan.
Alasan
pokok kesimpulan diatas adalah bahwa kehendak tergantung dengan intelek yang
menyodorkan sesuatu yang tidak baik dari kehendak. Perbutan menghendaki baik
sejauh mengarah kepada kebaikan yang disodorkan oleh intelek, buruk bila
mengarah kepada hal yang menurut intelek adalah buruk. Kekeliruan yang tidak
dapat diatasi dalam intelek tidaklah mengubah kebaikan atau keburukan perbuatan
yang menghendaki , yang pada pokoknya
merupakan intelek moralitas. Apabila seseorang dengan kuat yakin bahwa perbuatannya
adalah benar, ia menaati hukum moral sejauh ia dapat menaatinya. Manakala ia
yakin dengan tangguh bahwa perbuatannya salah, maka ia tidak mematuhi hukum
moral yang dimaksud, meskipun bisa jadi perbuatan secara obyektif tidak salah.
A. Bertindak Dengan Hati Nurani
Penuh Keraguan
Orang
yang berbuat dengan hati nurani yang pasti tapi keliru tidak dapat diatasi, ia
menghindari keburukan moral sejauh mingkin. Bukanlah salahnya bahwa
keputusannya salah, dan ia tidak dapat mempunyai alasan untuk percaya ia salah.
Tetapi hal tersebut tidak bisa kita
katakan pada orang yang hati nuraninya penuh keraguan. Ia punya alasan untuk
percaya bahwa perbuatan yang akan dilakukannya
bisa juga salah, tetapi ibagaimanapun juga ia melaksanakan perbuatan
tersebut. Benar ia tidak pasti bahwa ia memperkosa hukum, tetapi ia tidak
mau memakai sarana guna menghindari kemungkinan memperkosa hukum ini. Jadi ia
melakukan perbuatan memperkosa atau tidak memperkosa hukum. Sikap meremehkan hukum semacam itu menunjukan
adanya maksud jahat. Sebab ia
menghendaki perbuatan tersebut, tanpa perduli perbuatan itu benar atau
salah. Bila perbuatan tersebut ternyata
obyektif benar, hal itu hanya kebetulan.
Maka tidak pernah diperkenankan utuk bertindak dengan hati nurani dengan penuh
keraguan.
Lalu,
apakah yang dikerjakan oleh orang yang hati nuraninya penuh keraguan ?
Keharusannya, pertama, ialah ia mencoba untuk menghapus keraguannya. Ia harus
merenungkan masalahnya untuk melihat, mengapa ia tidak dapat mencapai kesimpulan
yang pasti. Ia harus menyelidiki dan mencari nasihat, juga mencarinya pada para
ahli bila masalahnya cukup penting. Ia harus menelaah fakta-fakta yang terdapat
dalam masalah yang dihadapi dan, bila mungkin, memastikannya. Ia harus memakai
segala sarana dan jalan yang normal dipakai oleh orang bijaksana, seimbang
dengan pentingnya masalah. Sebelum membuat suatu langkah yang penting, orang
ahli merasa keringat bersusuah payah mengadakan penyelidikan atas suatu hal ,
memastikan data-datanya, mencari nasehat kaum ahli lainnya disamping memikirkan
sendiri dengan sangat teliti. Hukum kodrat menuntut kesungguhan yang sama dalam
masala-masalah moral.
Bagai
mana kalu keraguan tidak bisa biselesaikan ?
Bisa
terjadi bahwa inpormasi yang diperlukan tidak dapat karena faktanya tidak
dicatat atau direkam, atau catatannya, hilang, atau hukumnya samar-samar, atau
juga para ahli berdeda, atau masalahnya tidak dapat di tunda lagi guna lebih dahulu
mangadakan riset, penyelidikan. Bila tidak pernah diperbolehkan bertindak dengan
hati nurani penuh keraguan, apa yang dapat dikerjakan oleh seseorang bila dalam
keraguan ? Mungkin nampaknya jawabannya mudah : tidak berbuat apa-apa. Tapi
sering sikap ini tidak menolong karena kelalaian bisa bersifat sukarela dan
keraguan bisa jadi justru mempersoalkan masalah : apakah boleh tidak kita
berbuat dalam masalah ini ?.
Jawaban
atas kesulitan tersebut, bahwa setiap hati nurani yang penuh keraguan dapat
dalam peraktek sesungguhnya di ubah menjadi hati nurani yang pasti, bahwa
seseorang tidak perlu terus berada dalam keragu-raguan tentang apa yang harus
ia kerjakan. Bila metode penyelidikan
langsung sebagai yang telah kita paparkan diatas itu telah dipakai dan ternyata
tidak memebawa hasil
(hal itu
terus selalu lebih dahulu dipakai), maka kita mnggunakan metode yang tidak
langsung dalam membentuk hati nurani kita, yakni dengan memakai
perinsip-perinsip refleks.
Membentuk Hati Nurani
Dalam
kaitan ini perlu di ingat apa yang kita katakan tentang ketidak tahuan yang
tidak dapat diatasi. Kemungkinan bisa menjadi dua hal :
a. Seseorang
tidak tahu dalam bahasanya ia berada dalam ketidaktahuan,
atau
b. Tahu
tetapai tidak dapat inpormasi yang dibutuhkannya.
Yang
pertama adalah contoh ketidak tahuan atau kekeliruan yang tidak dapat diatasi,
dan bukan contoh karaguan. Hati seseorang yang subjektip pasti, dan ia harus
mengikuti hati nuraninya yang pasti, apakah itu korek- seksama atau keliru
tidak dapat diatasi, sebagai mana telah di katakan di muka.
Yang
kedua adalah suatu bentuk keraguan karena disini seorang sadar tetang ketidak
tahuannya, dan akibatnya ragu-ragu terhadap apa yang seharusnya ia kerjakan.
Hal yang penting kita perhatikan ialah bahwa keraguannya bersipat rangkap :
1) Apakah
kebenaran yang sebenarnya dari masalah yang ada ?
2) Apa
yang wajib dikerjakan seseorang dalam situasi seoperti ini ?
Yang
pertama ialah :
Keragauan
yang teoritis atau sepekulatif. Dan ini adalah Yang pertama ialah : Keragauan
yang teoritis atau sepekulatif. Dan ini adalah pertanyaan yang dapat dijawab karena metode langsung yang telah
dipakai, tetapi gagal memberi hasil.
Yang
kedua ialah :
Keraguan
peraktis atau operatif. Dan hanya inilah yang bisa diselasaikan.
Meskipum
banyak keraguan yang teoritis tidak dapat diatasi, tapi tiap keraguan teoritis
dapat diatasi, seorang bisa menjadi pasti tentang apa yang harus ia kerjakan,
bagaimana ia diharapkan untuk bertindak, perbuatan apakah yang ia tuntut
daripadanya meskipun tetap berada dalam setatus tidak bisa menghapus keraguan
teoritis. Jadi, meskipun kebenaran atau kesalahan perbuatan tidak terselesaikan
dalam abstraknya, orang ini menjadi pasti tentang apa yang wajib atau
diperbolehkan untuk melakukannya dalam keadaan kongkrit. Maka ia berbuat dengan
hati nurani yang pasti. Dengan kata lain, ia menentukan macam-macam perbuatan
yang pasti diperoleh bagi seorang yang dalam keadaan ragu-ragu. Peroses
menyelesaikan keraguan peraktis tanpa menyentuh kraguan teoritis adalah apa
yang disebut membentuk hati nurani.
B. Perinsip-Perinsip Refleks.
Peroses
pembentukan hati nurani terwujud dengan memakai perinsip-perinsip refleks,
yakni perinsip yang dipakai oleh pemikiran dalam merenungi keadaan
keragu-raguan dan ketidak tahuan yang sekarang dialami. Dua perinsip yang
diterapkan disini :
1) Jalan
yang lebih aman harus dipilih
2) Suatu
hukum yang meragukan tidak mengikat.
Perinsip
yang pertama boleh dipakai, tetapi perinsp yang kedua terbatas.
Jalan
lebih aman. Selalu diperkenankan memilih jalan yang moral lebih aman, yakni
yang lebih memegang hukum moral. Jika orang tidak wajib tetapi ragu-ragu boleh
atau tidak berbuat , jalan yang lebih aman adalah mengelapakan perbuatan
tersebut. Jadi, bila ragu-ragu boleh
atau tidak berbuat, jalan yang lebih aman adalah mengelepakan perbuatan
tersebut. Jadi, bila ragu-ragu apakah uang ini menurut keadilan punya saya, saya
dapat menolak begitu saja.
Kadang
–kadang kita wajib mencari jalan yang lebih aman. Kita harus berbuat demikian
bila ada suatau tujuan yang harus dicapai dengan penuh tenaga kita, dan
keraguan kita hanya sekedar efisiensi jalan atau sarana yang harus dipakai
untuk maksud ini.disini keharusan yang tidak diragukan guna mencapai mencangkup
keharusan memakai dengan pasti jalan atau sarana yang efisien. Seorang dokter
tidak bisa mneggunakan obat yang meragukan untuk pasiennya apabila ia mempunyai
obat yang kebih pasti. Seorang pembela tidak boleh memilih mempertahankan
terdakwa dengan argumentasi-argumentasi yang lemah bila ia mempunyai argumentasi-argumentasi
yang lebih kuat, seorang pemburu tidak boleh menembak kearah semak-semak bila
ia ragu-ragu, apakah binatang yang bergerak tadi adalah manusia atau binatang.
Seorang pedagang tidak boleh membayar utangnya yang ada dengan mata uang yang
mungkin palsu atau menjual barang-barang yang mungkin sudah hancur sebagai
barang yang baik sekali.
C. Kesimpulan Hati Nurani
Dalam
kejadian-kejadian diatas keharusan seseorang sudahlah pasti, dan ia harus
memakai sarana yang tentunya akan memenuhi. Tetapi terdapat kejadian-kejadian
lain yang keharusnya sendiri masih merupakan masalah yang meragukan. Disini
sangat berlainanlah yang kita hadapi. Jalan yang lebih aman, meski selalu
boleh,sering mahal dan tidak menyenangkan. Terdorong oleh keinginan untuk
mengerjakan hal yang lebih baik, sering kita mengikutinya saja tanpa komentar.
Tetapi kita wajib mengikutinya dalam segala kejadian keraguan, sukarnya hidup
tidak akan terderita lagi. Kesukaran-kesukaran semacam itu harus dihindari
dengan memakai perinsip-perinsip refleks yang kedua.
Huklum
yang meragukan :
Hukum
yang meragukan tidak mengikat, hanya dapat diterapkan bila saya ragu-ragu
apakah saya ikut atau tidak ikut oleh keharusan, bila keraguan hati nurani
berkisar pada sesuai tidaknya perbuatan yang harus dikerjakan dengan hukum.
Dibalik perinsip ini ialah permakluman adalah hakikat hukum, dan suatu hukum
tidaklah tidak dipermaklumkan karena tidak cukup dengan diberi tahukan kepada
si pribadi yang mau berbuat sekarang dan ditempat ini.
Hukum
memberi beban keharusan, yang biasanya memayahkan, dan siapa yang hendak
membebankan keharusan atau membatasi kemerdekaan orang lain, haruslah
membuktikan, haknya untuk berbuat demikian. Orang dianggap bebas sampai pasti
bahwa ia dikekang. maka hukum atau kekekangan yang ada tetapi meragukan,
kekuatan kehilangan mengikatnya. Hendaknya hati-hati dalam kejadian –kejadian
ini dari kejadian-kejadian perinsip lainnya. Tidak boleh menggelindingkan batu
besar dari suatu bukit dengan harapan semata menjatuhi orang yang lewat di
bawah.
BAB
III
P
E N U T U P
A . Kesimpulan
Sebagai
kesimpulan terakhir dapat dikemukakan Konsep hati Nurani dalam hubungan susila
budi manusia sepanjang memberikan pengertian dengan baik dan jeleknya perbuatan
yang akan dan sudah dilaksanakan, pengertian memberikan limpahan rasa perasaan
kepada manusia setelah perbuatan terjadi.
Kita
bergeser dari moralitas obyektif kearah subjektif. Manusia individu menetapkan
norma moralitas dan hukum kodrad pada perbuatannya sendiri dengan menggunakan
hati nurani (geweten, concience)
Konsep Hati
nurani bukanlah konsep kemampuan yang husus, melainkan suatu fungsi dari akal
budi peraktis memutuskan perbuatan konkrit dari seseorang sebagai mempunyai
artimoral baik atau buruk. Penyimpulan yang digunakan oleh akal budi adalah suatu
silogisme deduktif, perinsip mayor adalah suatu perinsip moral yang diterima,
perinsip minor adalah penerapan perinsip pada kejadian yang sekarang yang
sedang dihadapi, kesimpulan adalah hati nurani. Hati nurani yang mendahului
adalah suatu bimbingan ke perbuatan-perbuatan yang akan datang , konsep hati
nurani yang mengikuti adalah yang memutuskan mengenai perbuatan yang sudah
terjadi. Hati nurani yang seksama menentukan yang baik adalah baik, yang buruk
adalah yang buruk, hati nurani yang sesat memutuskan yang baik sebagi yang
salah dan yang buruk sebagi yang baik. Hati nurani pasti memutuskan dan
mementukan tanpa ada rasa takut akan terjadinya hal sebaliknya, hati nurani
yang ragu-ragu tidak membuat keputusan
dengan rasa takut akan terjadi hal sebaliknya. Hati
nurani keras atau kendor sejauh cenderung melebih-lebihkan atau mangurangi
kewajiban. Selalu taatilah hati nurani yang pasti. Hati nurani yang pasti
dan koreksi adalah penerapan yang jelas
dan semestinya dari hukum moral. Kepastian yang bijaksana, penyisuihan tentang bentuk ketakutan yang
bijaksana tantang hal yang sebaliknya, adalah hal yang dapat diharapkan dalam
soal-soal moral. Seseorang yang dalam keraguan atau kebingungan dengan apa yang
dia perbuat haruslah menggunakan penyelidikan terlebih dahulu sebelum berbuat
seuatu hal yang berat untuk diputuskan sendiri. Apabila cara ini tidak membawa
hasil, metode tidak langsung dalam hal ini bisa menjadi pilihan untuk membentuk
hati nurani seseorang.
Keraguan-raguan
dapat dikupas dengan salah satu dari perinsip repleks :
Jalan
yang lebih aman yang harus dipilih. Suatu hukum yang meragukan tidak mengikat.
B. Saran
Sebaik-baik
manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain, sebagi manusia yang di
tuntun oleh hati nurani yang sebagai sinar budi penerang bagi perbuatannya,
haruslah pandai dalam melakukan sebuah perbuatan yang dia tentukan. Untuk itu
pandai-pandailah untuk memilah perbuatan yang mana dikatakan perbuatan baik dan
buruk. Karena pada dasarnya kita sebagi manusia sudah kodratnya menjadi makhluk
sosial dan individu yang harus menciptakan perbuatan moralitas bagi dirinya
peribadi dan masyarakat luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Salam
Burhanudin, M.M. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral, Rineka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.