BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Islam
telah mencapai masa kejayaan yang luar biasa. Di mulai dari masakhulafa’ur rosyidin yang
dilanjutkan dengan dinasti Umayyah I hingga Abbasiyah II, kejayaan yang telah
dicapai tidak hanya dalam aspek sosial ekonomi saja, akan tetapi ekspansi
wilayah kekuasaan Islam juga tidak kalah menggemilangkan. Perluasan daerah
Islam bahkan telah mencapai dataran Eropa yang saat itu berada pada kekuasaan
bangsa barat yang tidak bisa dianggap remeh.
Disintegrasi
dibidang politik sebenarnya sudah muncul sejak berakhirnya pemerintahan Bani
Umayah, tetapi dalam sejarah politik Islam terdapat perbedaan antara
pemerintahan Bani Umayah dan pemerintahan Abbasiyah. Perbedaan tersebut ialah
masa pemerintahan Bani Umayah, wilayah kekuasaan sejajar dengan batas-batas
wilayah kekuasaan Islam (mulai awal berdiri sampai pada masa kehancurannya).
Pada
masa pemerintahan Abbasiyah, wilayah kekuasaannya tidak pernah diakui di daerah
Spanyol dan daerah Aprika Utara. Kecuali mesir yang bersifat sebentar-sebentar,
bahkan pada kenyataannya terdapat banyak daerah yang tidak dikuasai oleh
khalifah.Hal itu dikarenakan seorang khalifah dari Abbasiyah tidak mengurus daerah
yang sudah ditakluan, hanya sekedar penaklukan dan pendirian saja. Selain itu
para kholifah Abbasiyah pada periode terahir cenderung hidup bermewah-mewah.
Faktor-faktor di atas menyebabkan
beberapa golongan yang tidak sepaham dengan Dinasti Abbasiyah mendirikan negara
ataupun kerjaan sendiri. Diantaranya adalah Thahiriyah di Khurasan, Samaniyah
di Transoxania, Buwaihiyah di Baghdad, Ayubiyah di Kurdi, Fatimiyah di Mesir,
hingga Seljuk yang menduduki lima daerah besar.
Pada mulanya ketika Palestina berada
pada kekuasaan Dinasti Fatimiyah, tidak ada pertentangan dari penduduk pribumi.
Karena kerajaan Fatimiyah memberikan kebebasan penduduk pribumi yang notabene
beragama Kristen, kebebasan yang diberikan berupa jaminan keselamatan dan
jaminan kebebasan menjalankan ritual keagamaan mereka di kota suci Yerussalem.
Akan tetapi hal ini berbeda ketika Yerussalem telah ditaklukkan oleh kerajaan
Seljuk.[3]
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang melatar belakangi
terjadinya Perang Salib ?
2. Bagaimana periodesasi Perang Salib ?
3. Bagaimana dampak Perang Salib bagi
dunia Islam ?
1.3.Tujuan
1. Mengetahui sebab-sebab terjadinya
Perang Salib.
2. Mengetahui periodesasi yang terjadi
pada Perang Salib.
3. Memahami dampak-dampak akibat Perang
Salib.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Sebab-sebab Terjadinya
Perang Salib
Perang
salib berlangsung selama kurang lebih dua abad,di mulai dari
perang salib I sampai perangsalib VIII yaitu dari tahun 1095-1291. Perang Salib
adalah penyerangan dari kefanatikan Kristen yang
dikoordinir oleh Paus yang mempunyai tujuan untuk merebut kota suci Palestina
dari tangan kaum Muslimin.Selain itu, perang ini yang disebabkan oleh
beberapa faktor lain yakni faktor agama,politik,sosial-ekonomi.
Perang
yang terjadi hampir dua abad ini adalah timbul karena reaksi orang Kristen
terhadap umat Islam yang dianggap sebagai pihak penyerang. Berdasarkan sejarah
yang ada, sejak tahun 632 sampai meletusnya perang salib beberapa kota penting
dan tempat suci umat Kristen dikuasai oleh umat Islam, seperti Suriah, Asia
Kecil, Spanyol, dan Sicilia.
Peristiwa
ini merusak hunbungan antara dunia Timur dan dunia Barat khususnya antara agama
islam dan kristen. Penyerbuan yang berjalan selama dua abad lamanya memakan
korban baik jiwa maupun harta dan kebudayaan yang tidak sedikit
banyaknya.Selain itu,masih banyak lagi dampak dari perang salib ini.Dinamakan
Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan
memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
Istilah
ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad
ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa,
biasanya terhadap kaum pagan dan
kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik.
Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 8 ekspedisi besar ke
Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya
yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim
politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Sebab
terjadinya Perang Salib adalah karena kerajaan Seljuk menghalang-halangi kaum
Kristen untuk beribadah dan memperlakukan mereka sebagai golongan marginal yang
diperlakukan semena-mena, selain itu, kaum Islam juga disebut0sebut telah
menghina mereka dan agama mereka. Hingga kaum Kristen melaporkan hal ini kepada
Paus Urbanus II pada tahun 1095.
Setelah
Paus Urbanus IImendengar hal ini, maka Paus Urbanus II langsung mengumpulkan
semua umat Kristen dan menyampaikan pidato terbuka berapi-api di luar sebuah
biara Prancis yang disebut Claremont. Dalam pidatonya Paus Urbanus II mengatakan
kepada majelis bangsawan Jerman, Prancis, dan Italia bahwa dunia Kristen sedang
dalam bahaya. Dan menyeru kepada seluruh umat Kristen untuk membantu sesama
umat Kristen untuk mengusir umat Islam dari Yerussalem dan menyuruh mereka
untuk selalu menggunakan salib, sehingga perang ini dinamakanCrusades (Perang
Salib).
Dalam
buku lain disebutkan bahwa cikal bakal terjadinya Perang Salib adalah karena
kehawatiran orang Bizantium atas serangan Dinasti Seljuk yang ingin menyerang
Bizantium yang hendak menguasai pertanian di Bizantium. Sehingga kaisar
Bizantium yakni Alexius Commenus meminta bantuan Paus Urbanus II untuk
menggerakkan kaum Kristen untuk membantu mereka menghalau kedatangan Seljuk. Paus Urbanus II ahirnya memenuhi
permintaan kaisar Bizantium. Paus Urbanus II kemudian mengumpulkan kaum Kristen
untuk bersatu menyerang kaum Islam.
Dalam
pidatonya, Paus Urbanus II mengobarkan semangat umat kristen dengan cara
menyatakan bahwa dengan mengikuti perang salib maka dosa-dosa yang lalu akan
diampuni dan dijamin masuk surga, selain itu keluarga pejuang perang salib akan
mendapat jaminan hidup dan keselamatan.
Sehingga
para pejuang Perang Salib tidak hanya berasal dari daerah Roma saja, akan
tetapi berasal dari kerajaa-kerajaan di Eropa, mulai dari relawan rakyat biasa,
pedagang, petani, bahkan para perampok yang ingin masuk surga.
Dari
beberapa uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya Perang
Salib antara lain :
1.Faktor
Agama
Direbutnya
Baitul Maqdis (471 H/ 1070 M) oleh Dinasti Seljuk dari kekuasaan Fathimiyah
yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum Kristen merasa tidak bebas dalam
menunaikan ibadah di tempat sucinya. Karena Dinasti Seljuk menerapkan peraturan
yang sangat ketat kepada para umat Kristiani ketika hendak beribadah di Tanah
Suci (Baitul Maqdis). Hingga mereka yang baru pulang dari beribadah ke Baitul
Maqdis selalu mengeluh akan sikap buruk Dinasti Seljuk yang terlalu fanatik.
Para
pemimpin politik Kristen tetap saja masih berfikir keuntungan yang dapat
diambil dari konsepsi mengenai Perang Salib, dan untuk memperoleh kembali
keleluasaannya berziarah ke tanah suci Yerussalem. Pada tahun 1095 M, Paus
Urbanus II berseru kepada umat Kristiani di Eropa supaya melakukan perang suci.
Seruan Paus Urbanus II berhasil memikat banyak orang-orang Kristen karena dia
menjanjikan sekaligus menjamin, barang siapa yang melibatkan diri dalam perang
suci tersebut akan terbebas dari hukuman dosa.
2.Faktor Politik
Kekalahan Bizantium
(Constantinople/Istambul) di Manzikart pada tahun 1071 M, dan jatuhnya Asia
kecil dibawah kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comneus (kaisar
Bizantium) untuk meminta bantuan Paus Urbanus II, dalam usahanya untuk
mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Saljuk. Dilain
pihak Perang Salib merupakan puncak sejumlah konflik antara negara-negara Barat
dan negara-negara Timur, maksudnya antara umat Islam dan umat Kristen.
Dengan perkembagan dan kemajuan yang
pesat menimbulkan kecemasan pada tokoh-tokoh Barat, sehingga mereka melancarkan
serangan terhadap umat Islam. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa
Kristen di Eropa untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam,
seperti Mesir, Yerussalem, Damascus, Edessca dan lain-lainnya.
Selain itu, kondisi kekuasaan Islam
pada saat itu sedang melemah. Sehingga orang-orang Kristen Eropa berani untuk melakukan
pemberontakan dengan cara Perang Salib, yajni ketika Dinasti Seljuk di Asia
Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiyah di Mesir sedang dalam
keadaan lumpun, sedangakan Islam di Spanyol semakin goyah. Keadaan ini semakin
parah dengan pertentangan segitiga antara kholifah Fatimiyah di Mesir, kholifah
Abbasiyah di baghdad, dan kholifah Umayyah di Cordoba.
3.Faktor Sosial
Stratifikasi sosial yang terdapat
pada masyarakat sosial Eropa yang terbagi kepada tiga tingkat, yakni kaum
gereja, kaum bangsawan, dan kaum rakyat jelata. Rakyat jelata dianggap sebagai
kaum marginal dan tidak memiliki kedudukan apapun dalam masyarakat, kehidupan
mereka sangat tertindas dan harus mengikuti apa kata tuan tanah, sehingga
kehidupan mereka selalu dibayang-bayangi rasa kehawatiran.
Dengan adanya seruan untuk Perang
membuat mereka bersemangat. Dengan harapan agar mereka bisa memiliki kedudukan
yang lebih baik lagi, selain itu mereka diberi janji untuk mendapatkan
kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik.
4. Faktor Ekonomi
Semenjak abad ke X, kaum muslimin
telah menguasai jalur perdagangan di laut tengah, dan para pedagang Eropa yang
mayoritas Kristen merasa terganggu atas kehadiran pasukan muslimin, sehingga
mereka mempunyai rencana untuk mendesak kekuatan kaum muslimin dari laut itu.
Hal ini didukung dengan adanya
ambisi yang luar biasa dari para pedagang-pedagang besar yang berada di pantai
Timur laut tengah (Venezia, Genoa dan Piza) untuk menguasai sejumlah kota-kota
dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan laut tengah, sehingga dapat
memperluas jaringan dagang mereka, Untuk itu mereka rela menanggung sebagian
dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat
perdagangan mereka, karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan
di Timur melalui jalur strategis tersebut.
Strata sosial juga berpengaruh pada
faktor ekonomi. Hal ini karena ada sebuah tradisi bahwa pewaris harta adalah
anak tertua, ketika anak tertua meninggal maka semua harta akan diserahkan
kepada gereja. Hal ini menyebabkan populasi kemiskinan di Eropa semakin tinggi,
sehingga ketika ada seruan untuk melakukan Perang Salib mereka mendapatkan
secercah harapan untuk perbaikan ekonomi.
Perang Salib merupakan perang suci
bagi umat Kristiani, akan tetapi Perang Salib sebagai perang suci hanyalah
sebagai kedok pemimpin gereja Roma, karena sebenarnya faktor dan tujuan Perang
Salib adalah karena Politik dan Ekonomi. Sehingga beberapa relawan Perang Salib
juga tidak hanya perang atas nama Tuhan, akan tetapi karena kepentingan
masing-masing.
Saat perang Salib, tentara Kristen,
Jerman, Yahudi membantai orang Islam di jalan-jalan. Berbalik 180 derajat
dengan perlakuan pasukan Islam terhadap pasukan Kristen. Padahal Islam biasanya
memperlakukan negara Kristen jajahanya dengan baik dan bahkan mereka diberi
jabatan dalam pemerintahan.
“Pemandangan mengagumkan akan
terlihat. Beberapa orang lelaki kami memenggal kepala-kepala musuh; lainnya
menembaki mereka dengan panah-panah, sehingga mereka berjatuhan dari
menara-menara; lainnya menyiksa mereka lebih lama dengan memasukkannya ke dalam
api menyala. Tumpukan kepala, tangan, dan kaki terlihat di jalan-jalan kota.
Kami berjalan di atas mayat-mayat manusia dan kuda. Tapi ini hanya masalah
kecil jika dibandingkan dengan apa yang terjadi di Biara Sulaiman, tempat
dimana ibadah keagamaan kini dinyanyikan kembali. Di sana, para pria
berdarah-darah disuruh berlutut dan dibelenggu lehernya.”
Di atas adalah pernyataan dari
Salahuddin al-Ayyubi yang menggambarkan tentang keadaan pada Perang Salib.
Keadaan yang seperti ini pasti akan sangat menggugah hati siapapun yang membaca
dan meresapi seraya membayangkan keadaan umat Islam yang diperlakukan
sedemikian rupa.
2.2. Periodesasi Perang Salib
Seperti
diketahui sebelumnya bahwa perang salib terjadi dalam kurun waktu yang tidak
sebentar, yakni mulai abad ke 11 hingga abad ke 13. Dalam beberapa referensi
ada yang mengatakan bahwa perang salib mempunyai 9 fase, dalam sumber lain
disebutkan hanya 8, dan 7 bahkan ada yang menyebutkan hanya 3 fase. Berikut
pemakalah akan memaparkan 9 periodisasi Perang Salib dan sekilah menjelaskan
tentang 3 periode Perang Salib.
1. Perang Salib I (1095-1099 M)
Periode
pertama Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama
antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat
umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II, pada consili clermont
pada tanggal 25 November 1095, pada saat itu Paus Urban II mengatakan “Orang-orang Turki adalah ras yang terkutut, ras yang
sungguh-sungguh jauh dari Tuhan, orang-orang yang hatinya sungguh tidak
mendapat petunjuk dan jiwanya tidak diurus Tuhan. Membunuh para monster ini
adalah tindakan suci, orang Kristen wajib memusnahkan ras keji ini dari negeri
kita.” Sambutan terhadap seruan Paus Urban itu sungguh luar
biasa. Pada musim semi tahun 1096, berangkatlah lima pasukan yang terdiri atas
60.000 tentara. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh
berbagai kalangan masyarakat Kristiani.
Di
sepanjang jalan menuju Constantinople mereka membuat keonaran bahkan terjadi
bentrok dengan penduduk Hongaria dan Byzantium.
Dengan
adanya fenomena ini Dinasti Seljuk menyatakan perang terhadap gerombolan
tersebut, sehingga akhirnya gerakan pasukan Salib dapat mudah dikalahkan.
Berawal dari kekalahan pihak kristiani Godfrey of Buillon mengambil alih
kepemimpinan pasukan Salib, sehingga mengubah tentara Salib menjadi ekpedisi
militer yang terorganisasi rapi. Dalam peperangan menghadapi pasukan Godfrey,
pihak Islam mengalami kekalahan, sehingga mereka berhasil menduduki Palestina
(Yerussalem) pada tanggal 07 Juni 1099.
Pasukan
Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran selama satu minggu terhadap
umat Islam disamping itu mereka membumi hanguskan bangunan-bangunan umat Islam,
sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis, mereka terlebih dahulu menaklukkan
Anatolia, Tartur, Aleppo, Tripoli, Syam, dan Acre. Kemenangan pasukan Salib
dalam periode ini telah mengubah peta situasi Dunia Islam kawasan itu.
Sebagai
akibat dari kemenangan itu, Kemudian tentara Salib mendirikan empat kerajaan
Kristen yaitu di tanah suci Baitul Maqdis, Enthiokhie, Raha dan Tripolisyam,
sedangkan Nicola dikembalikan pada Kaisar Byzantium.Perang Salib I ditandai
oleh bangkitnya kerajaan Seljuk (Turki) yang memasuki Armenia, Asia kecil dan
Syria, kemudian menyapu daerah kawasan Byzantium (Romawi) memporakporandakan
angkatan perangnya di pertempuran Mazikert dan sepanjang laut tengah yang pada
masa Alip Arselan dan Malik Syah, Yerussalem pun berhasil dikuasai.
2. Perang Salib II (1147-1149 M)
Perang
Salib II juga terjadi sebab bangkitnya Bani Seljuk dan jatuhnya Halab (Aleppo),
Edessa, dan sebagian negeri Syam ke tangan Imaddudin Zanky (1144 M). Setelah
Imaduddin meninggal, ia digantikan oleh putranya yang bernama Nuruddin dan
dibantu oleh Salahuddin hingga tahun 1147 M. Perang Salib II ini dipimpin oleh
Lode Wiyk VII atau Louis VII (Raja Perancis), Bernard de Clairvaux dan Concrad
III dari Jerman.
Laskar
Islam yang terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab dipimpin oleh Nuruddin
Sidi Saefuddin Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh Salahuddin Yusuf ibn Ayyub.
Pada tanggal 4 Juli 1187 terjadi pertempuran antara pasukan Salahuddin dengan
tentara Salib di Hittin dekat Baitul Maqdis. Dalam pertempuran ini kaum muslimin
dapat menghancurkan pasukan Salib, sehingga raja Baitul Maqdis dan Ray Mond
tertawan dan dijatuhi hukuman mati.
Kemenangan
Salahuddin dalam peperangan ini memberikan peluang yang besar untuk merebut
kota-kota lainnya, termasuk Baitul Maqdis, Yerussalem, Al Qudus. Pada saat kota
Yerussalem direbut tentara Salib, mereka melakukan pembunuhan besar-besaran
terhadap orang Islam, tetapi ketika kota itu direbut kembali oleh Salahuddin,
kaum muslimin tidak melakukan pembalasan terhadap mereka, bahkan memperlakukan
mereka dengan baik dan lemah lembut.
Pada
saat Baitul Maqdis kembali ke tangan Umat Islam kembalilah suara adzan
berkumandang dan lonceng gereja berhenti berbunyi serta Salib emas diturunkan
dari kubah sakrah. Dalam periode ini disebut sebagai periode reaksi umat Islam
atas jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan tentara Salib telah
membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi
Tentara Salib.
Di
bawah komando Imaduddin Zangi, Gubernur Mousul, kaum muslimin bergerak maju
membendung serangan pasukan Salib bahkan mereka berhasil merebut kembali
Aleppo, Adessa (Ar-Ruha’) pada
tahun 1144 M. Setelah Imaduddin Zangi wafat, posisinya digantikan putranya
Nuruddin Zangi, dia meneruskan perjuangan ayahnya untuk membebaskan
negara-negara Timur dari cengkraman Tentara Salib. Kota-kota yang berhasil
dibebaskan antara lain Damaskus (1147 M), Antiok (1149 M) dan Mesir (1169 M).
Keberhasilan
kaum muslimin meraih berbagai kemenangan, terutama setelah munculnnya
Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Salahuddin) di Mesir, yang berhasil membebaskan
Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187. Hal ini membuat Tentara Salib untuk
membangkitkan kembali basik kekuatan mereka sehingga mereka menyusun kekuatan
dan mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Dalam ekspedisi ini dikomando
oleh raja-raja Eropa yang besar, Frederick I (The Lion Heart, Raja
Inggris) dan Philip II (Augustus, Raja Prancis).
Ekpedisi
militer Salib kali ini dibagi dalam beberapa devisi, sebagian menempuh jalan
darat dan yang lainnya menempuh jalur laut. Frederick yang memimpin devisi
darat tewas tenggelam dalam penyebrangannya di sungai Armenia, dekat kota Ar-Ruha’, sebagian
tentaranya kembali kecuali beberapaorang yang terus melanjutkan perjalanannya
di bawah pimpinan putra Frederick. Adapun devisi yang menempuh jalur laut
menuju Sicilia yang dipimpin Richard dan Philip II, disana mereka bertemu
dengan pasukan Salahuddin, terjadilah peperangan sengit, karena kekuatan tidak
berimbang, maka pasukan Salahuddin mundur, dan Kota Acre ditinggalkan oleh
pasukan Salahuddin dan menuju ke Mesir untuk mempertahankan daerah itu.
Dalam
keadaan demikian kedua belah pihak melakukan gencatan senjata dan membuat suatu
perjanjian damai, inti perjanjian damai tersebut adalah: “Daerah pedalaman akan
menjadi milik kaum muslimin dan umat Kristen, yang akan berziarah ke Baitul
Maqdis akan terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre dan
Jaffa berada di daerah kekuasaan tentara Salib.” Tidak lama kemudian setelah
perjanjian disepakati, Salahuddin wafat pada bulan Safar 589 H atau Februari
1193 M.
3. Perang Salib III (1187-1191
M)
Setelah
Salahuddin wafat, dan digantikan oleh saudaranya Sultan Adil. Salahuddin wafat
setelah berhasil mempersatukan umat Islam dan mengembalikan Baitul Maqdis ke
tangan umat Islam. Periode ini lebih dikenal dengan periode perang saudara
kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam pasukan Salib sendiri. Hal ini
disebabkan karena periode ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk
memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material, dari motivasi agama.
Tujuan
mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah mereka lupakan, hal ini
dapat dilihat ketika pasukan Salib yang disiapkan menyerang Mesir (1202-1204 M)
ternyata mengubah haluan menuju Constantinople, kota ini direbut dan diduduki
lalu dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya yang pertama.
Dalam
periode ini telah terukir dalam sejarah yaitu munculnya pahlawan wanita yang
terkenal dan gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr, dia berhasil menghancurkan
pasukan Raja Lois IX, dari Prancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Dalam
periode ini pasukan Salib selalu menderita kekalahan.
Meskipun demikian mereka telah
mendapatkan hikmah yang sangat besar, mereka dapat mengetahui kebudayaan dan peradaban
Islam yang sudah sedemikian majunya, bahkan kebudayaan dari Timur-Islam
menyebabkan lahirnya renaisansce di Barat.
4. Perang Salib IV (1202-1204
M)
Tentara
Salib berpendapat bahwa jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis adalah harus
dikuasai terlebih dahulu keluarga Bani Ayyub di Mesir yang menjadi pusat
persatuan Islam ketika itu. Oleh karena itu Tentara Salib memusatkan perhatian
dan kekuatannya untuk menguasai Mesir. Akan tetapi Perang Salib IV ini
dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas kaisar Yunani.
Tentara
Salib menguasai Konstatinopel (1204 M) dan mengganti kekuasaan Bizantium dengan
kekuasaan latin disana. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh Sultan Salib, maka
dikuatkanlah perjanjian dengan orang-orang Kristen pada tahun 1203-1204 M dan
1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah mempermudah orang Kristen ziarah ke
Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan antara kedua belah pihak.
5. Perang Salib V (1217–1221 M)
Perang
Salib V tetap berada di Konstantinopel dan tidak henti-hentinya terjadi konflik
dengan pihak Kaisar. Perang Salib V dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal
Pelagius serta raja Hongaria, meskipun pada tanggal 5 November 1219 kota
pelabuhan Damietta mereka rebut, namun dalam perjalanan ke Kairo pada tanggal
24 Juli 1221 mereka membuat kekacauan di Al Masyura ( tepi sungai Nil) kemudian
mereka pulang kampung.
6. Perang Salib VI (1228–1229
M)
Perang
Salib VI dipimpin oleh Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan raja
Itali dan kemudian menjadi Raja muda Yerussalem lantaran berhasil menguasai
Yerussalem tidak dengan perang tapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun
dengan Sultan Al-Malikul Kamil, keponakan Salahuddin al-Ayyubi, namun 14 tahun
kemudian yakni pada tahun 1244 kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh
Najamuddin Ayyub beserta Kallam dan Damsyik.
7. Perang Salib VII (1248–1254
M)
Peperangan
ini dipimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis pada tahun 1248, namun pada tahun
1249 tentara Salib berhasil menguasai Damietta (Damyat). Dimasa inilah pemimpin
angkatan perang Islam, Malikul Shaleh mangkat kemudian digantikan putranya
Malikul Asraff Muzafaruddin Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang
dikuasai Sultan Malik Zahir Bay Bars pada tahun 1267/1268, lalu hendak merebut
Tunis, ia beserta pembesar-pembesar pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam
pada 6 April 1250 dalam satu pertempuran di Perairan Mesir, setelah mereka
memberi uang tebusan, maka mereka dibebaskan oleh Tentara Islam dan mereka
balik ke negerinya.
8. Perang Salib VIII (1270 M)
Dalam
Perang Salib VIII yaitu pada tanggal 25 Agustus 1270 ini Louis IX telah binasa
ditimpa penyakit (riwayat lain menyebutkan ia terbunuh). Akhirnya pada tahun
1492 Raja Ferdinad dan Ratu Isabella sukses menendang habis umat Islam dari
Granada, Andalusia.
Riwayat
lain juga menjelaskan bahwa Perang Salib VIII ini tidak sempat terbentuk karena
kota terakhir yakni Aere yang diduduki oleh tentara Salib malahan berhasil
dikuasai oleh Malikul Asyraf (putra Malikul Shaleh). Dengan demikian
terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun Perang Konvensional
dan Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun sesungguhnya perang jenis
lain yang kwalitasnya lebih canggih terus saja berlangsung seiring dengan
kemajuan zaman.
9. Perang Salib IX (1271-1291
M)
Pada
tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib
periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II,
mereka berusaha merebut Mesir lebih
dahulu sebelum ke Palestina,
dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik.
Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath,
raja Mesir dari Dinasti
Ayyubiyah waktu
itu, al-Malik al-Kamil,
membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia
melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick
menjamin keamanan kaum muslimin di
sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria.
Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum
muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik al-Shalih,
penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika
Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang
menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah,
pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun,
dan Syaikhul IslamIbnu Taimiyyah.
Pada masa merekalah Akka dapat
direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang
berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol,
sampai umat Islam terusir
dari sana.
Merupakan
satu aspek usaha penyingkiran lembaga-lembaga pribumi atau Islam dengan
menggantikan sejarah setempat dengan kurikulum Barat. Dalam peperangan lanjutan
ini pihak Kristen juga mengalami kekalahan, akan tetapi orang-orang Kristen
dengan segala bentuk dan cara berusaha menghancurkan Islam baik melalui
politik, ekonomi dan pendidikan.
Sembilan
periodisasi Perang Salib tersebut tidaklah cukup untuk menggambarkan betapa
orang Barat ingin menghancurkan Islam. Berikut adalah ringkasan dari sembilan
periode di atas, yang disususn menjadi tiga periode.
Peiode Pertama
Periode
pertama, disebut periode penaklukan (1009-1144). Hassan Ibrahim Hassan dalam
buku Tarikh Al-Islam menggambarkan pasukan salib pertama yang dipimpin oleh
Pierre I’ermite sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak memiliki pengalaman
perang, tidak disiplin, dan tanpa persiapan. Pasukan salib ini dapat dikalahkan
oleh pasukan Dinasti Saljuk.
Pasukan
Salib berikutnya dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini lebih merupakan
militer yang terorganisasi rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina
(Yerusalem) pada 7 Juli 1099.
Kemenangan
pasukan salib pada periode ini telah mengubah peta dunia Islam dan berdirinya
kerajaan-kerajaan Latin-Kristen di timur, seperti Kerajaan Baitulmakdis (1099)
di bawah pemerintahan Raja Godfrey, Edessa (1099) di bawah Raja Baldwin, dan
Tripoli (1099) di bawah kekuasaan Raja Reymond.
Periode Kedua
Periode
kedua atau disebut periode reaksi umat Islam (1144-1192). Kemenangan kaum
muslimin ini, terlihat jelas setelah munculnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi
(Saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan Baitulmakdis pada 2 Oktober 1187.
Dalam
perang salib ini akhirnya pihak Richard dan pihak Saladin sepakat untuk
melakukan gencatan senjata dan membuat pejanjian. Perjanjian perdamaian
ditetapkan di atas kertas pada 2 Nopember 1192, dengan ketentuan bahwa daerah
pantai menjadi milik bangsa latin sedangkan daerah pedalaman menjadi milik umat
Islam, dan peziarah yang datang ke kota Suci tidak boleh diganggu. Tahun
berikutnya 19 Pebruari 1193 Shalah sakit demam di Damaskus dan pada tanggal 2
Maret 1193 Shalah meninggal dalam usia 55 tahun. Pusaranya yang berdekatan
dengan masjid Umayyah, hingga kini masih menjadi daya tarik bagi ibukota
Suriah.
Periode Ketiga
Periode
ketiga (1193-1291) lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan
atau periode kehancuran didalam pasukan salib.
Dalam
periode ini, muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin yang terkenal
gagah berani, yaitu Syajar Ad-Durr. Ia mampu menunjukkan kebesaran Islam dengan
membebaskan dan mengizinkan Raja Louis IX kembali ke negerinya, Perancis.
Perang
Salib sesungguhnya juga masih terjadi di masa sekarang, hanya saja tidak lagi
perang menggunakan senjata, akan tetapi perang intelektualitas.
2.3. Dampak Perang Salib
Terhadap Dunia Islam
Secara
garis besar dapat disimpulkan bahwa Perang Salib dimenangakan oleh umat Islam,
akan tetapi dampak negatif yang ditimbulkan oleh perang salib sangat banyak,
termasuk dalam segi perekonomian, karena Perang Salib terjadi di daerah
kekuasaan Islam, meskipun umat Kristen juga tidak kalah merugi.
Meskipun
pihak Kristen Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka telah
mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan
dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya. Bahkan
kebudayaan dan peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan
lahirnya renaisans di Barat.
Selain
Ekonomi, beberapa dampak negatif dan kerugian dunia Islam akibat Perang Salib
adalah sebagai berikut :
Politik
Kekuatan
politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi
bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan
diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad
Militer
Dalam
bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yang
belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan
bahan-bahan peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan
menunggang kuda, teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi
militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat
kepada pasukan militer di medan perang.
Perindustrian
Dalam
bidang perindustrian, mereka menemukan kain tenun dan peralatannya di dunia
Islam, kemudian mereka bawa ke negerinya, seperti kain muslin, satin, dan
damas. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, kemenyan, dan getah Arab
yang dapat mengharumkan ruangan.
Pertanian
Sistem
pertanian yang sama sekali baru di dunia Barat mereka temukan di Timur-Islam,
seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan
yang beraneka macam, termasuk penemuan gula.
Perniagaan
(rangkuman)Orang
barat memakai sistem perdagangan Islam yang menggunakan uang sebagai alat tukar
dalam jual beli. Karena sebelumnya mereka masih menggunakan sistem barter.
Ilmu pengetahuan dan kesehatan
Ilmu
astronomi yang sudah dikembangkan oleh umat Islam sejak abad ke-9 telah pula
memepengaruhi lahirnya berbagai observatorium di Barat. Selain itu bangsa barat
juga meniru adanya rumah sakit, sebagaimana sudah berkembang lama di dunia
Islam.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
o
Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan
dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia Kecil dan yerusalem
dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan haji ke
Bait al-Maqdis. padahal yang terjadi adalah bahwa pihak Kristen bebas saja melaksanakan
haji secara berbondong-bondong. pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan
kejam Turki Saljuk terhadap jemaah haji Kristen. Desas-desus ini membakar
amarah umat Kristen-Eropa. Kemudian Paus Urbanus II (Pope Urban II) kemudian
menyerukan agar raja-raja di seluruh Eropa mengirimkan Tentara Salib (Crusader)
untuk merebut Yerusalem dari tangan penguasa muslim.
o
Periodisasi Perang Salib bisa
diklasifikasikan kedalam beberapa pendapat. Diantaranya adalah 9, 8,7, atau 3
periode.
o
Dampak Perang Salib sangat merugikan
umat Islam dalam beberapa aspek penting. Meskipun beberapa peperangan
dimenangkan oleh pasukan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amstrong,
Karen. Islam: A Short History, Diterjemahkan oleh Rini, Puspito,
Ira. Sepintas Sejarah Islam. Surabaya:Ikon Teralitera, 2004.
2. Ansary,
Tamim. Destiny
Disrupted: A History of the World trought Islamic Eyes.Diterjemahkan
oleh Liputo, Yulianto. Jakarta:Zaman, 2010.
3. Bakri,
Syamsul. Peta Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:Fajar Media
Press, 2011.
4. Ensiklopedi
Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003.
5. Harahap,
Amru, Khoirul, Dkk. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta:
Pustaka Al-kautsar, 2007 (terjemahan buku karya Mursi, Sa’id, Muhammad. ‘Udhoma’ Al-Islam).
6. Su’ud,
Abu. Islamologi.
Jakarta:PT Rineka Cipta, 2003.
7. Yatim,
Badri. Sejarah
Peradaban Islam.Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.