Breaking

Kamis, 21 Mei 2020

MAKALAH TENTANG CAFTA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Hadirnya CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement), sebagai suatu bentuk perjanjian perdagangan bebas antara China dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia di dalamnya, haruslah benar-benar dicermati dengan teliti. Pasalnya dengan diberlakukannya model perjanjian semacam ini, tentu saja menimbulkan dampak positif dan negatif. CAFTA ditandatangani pada awal tahun 2004 dan akan diberlakukan pada awal tahun 2010. Dengan demikian, mulai 1 Januari 2010 kemarin, perjanjian CAFTA secara legal telah berlaku.
Banyak pakar mengatakan bahwa selama 6 tahun sejak disetujuinya Indonesia tergabung dalam CAFTA, belum ada persiapan yang maksimal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Perdagangan bebas berarti perdagangan yang terjadi secara langsung, antara pedagang Indonesia dengan pedagang China, dan juga dengan pedagang dari negara ASEAN lainnya. Yang menjadi pertanyaan mengapa pada tahun 2004 Indonesia memberanikan diri untuk tergabung dalam CAFTA ? Beberapa pakar mengatakan bahwa pada saat itu tingkat/rate penjualan produk-produk terutama pertanian Indonesia masih sangat tinggi sehingga Indonesia merasa yakin bahwa Indonesia akan mampu bersaing.
Ada tidaknya CAFTA, perdagangan secara alami sebenarnya akan terus berlangsung. Sebelum CAFTA diberlakukan secara legal saja, dapat kita lihat bagaimana produk-produk luar sudah membanjiri pasar dalam negeri dengan cukup intensif. Apalagi jika diberlakukan CAFTA yang tentu saja akan semakin membuka peluang masuk dan berkembangnya produk luar ke dalam negeri. Kehadiran CAFTA adalah peluang sekaligus ancaman, khususnya bagi dunia pertanian dan industri manufaktur. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah bagaimana agar kita dapat memaksimalkan peluang dan meminimalkan ancaman tersebut.
Yang menjadi masalah sekarang, apakah Indonesia siap atau tidak dalam menghadapai CAFTA ini, dan apakah CAFTA ini menjadi peluang atau ancaman bagi Indonesia. Selanjutnya yang bisa kita lakukan sekarang adalah memantau terus bagaimana perkembangan CAFTA, khususnya di negeri kita ini, sembari melakukan apapun yang kita bisa sebagai bentuk kontribusi nyata bagi kemajuan negeri tercinta Indonesia.
  
1.2. Rumusan Masalah
1.      Bgaimana Sejarah CAFTA ?
2.      Bagaimana Pro Kontra CAFTA ?
3.      Bagaimana Dampak CAFTA ?

1.3. Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas mata pelajaran sejarah pada SMA Negeri 02 Bengkulu Utara.
2.      Untuk mengetahui CAFTA dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta solusi yang dapat diterapkan di Indonesia untuk menghadapi CAFTA.
3.      Untuk menambah wawasan permasalahan bangsa Indonesia saat ini, masyarakat mempunyai bekal untuk menghadapi CAFTA, pemerintah dapat mengambil referensi untuk menyelesaikan CAFTA.

1.4.  Manfaat Penulisan
1.      Mendapat wawasan permasalahan bangsa Indonesia saat ini dalam menghadapi CAFTA
2.      Mempunyai bekal untuk menghadapi CAFTA,
3.      Mengambil referensi untuk menyelesaikan CAFTA.
4.      Mengetahui usaha yang pernah dilakukan pemerintah dalam menghadapi CAFTA.
    
BAB II
PEMBAHASAN
 2.1. Sejarah CAFTA
CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) adalah sebuah perjanjian perdagangan bebas antara Cina dan negara-negara ASEAN. Sebelum dideklarasikannya CAFTA, pada tahun 2002 negara-negara di ASEAN telah membuat sebuah perjanjian perdagangan yang disebut AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) yang beranggotakan 10 negara-negara di Asean. Pada tahun 2006 China bersama negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian yang disebut CAFTA. CAFTA berlaku mulai tahun 2010 untuk 6 negara (Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand dan Filipina) dan tahun 2015 untuk Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam. Perjanjian ini dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di negara-negara ASEAN dan China dengan meluasnya perdangangan ke seluruh ASEAN dan China dengan tarif pajak yang sangat kecil.
Pada tahun 2008, neraca perdagangan Indonesia dan China tiba-tiba mengalami lonjakan balik yang drastis, mengakibatkan terjadinya defisit bagi Indonesia sebesar USD 3,6 miliar. Padahal di tahun sebelumnya (2007), Indonesia masih memiliki nilai surplus USD 1,1 miliar. Yang lebih mengejutkan adalah defisit perdagangan produk non migas Indonesia meroket dari USD 1,3 miliar di tahun 2007 menjadi USD 9,2 miliar di tahun 2008.  Defisit dalam perdagangan dengan China sesungguhnya telah lama terjadi sebelum tahun 2008. perdagangan Indonesia-China telah menunjukkan trend yang semakin memburuk pada tahun-tahun belakangan ini. Produk China semakin membanjiri pasar Indonesia. Kini China adalah negara sumber impor pertama Indonesia, di mana angkanya sudah mencapai 17,2% dari total impor produk non migas. Sebaliknya, China hanya menyerap 8,7% dari total ekspor produk non migas Indonesia. Ini berarti produk China telah melakukan penetrasi yang jauh lebih agresif di pasar kita melebihi yang lainnya. 
Sementara itu, struktur barang-barang yang diperdagangkan cenderung menjadi asimetris. Komoditas utama mendominasi ekspor dari Indonesia ke China, sementara impor dari China ke Indonesia didominasi oleh berbagai produk manufaktur. Jika kondisi ini terus berlanjut, sektor industri manufaktur kita akan semakin terancam. Sejauh ini, produk-produk manufaktur kita sudah tertinggal dalam kompetisi dengan berbagai produk China. Kelihatannya pertahanan kita memang lemah di segala lini tidaklah mengherankan jika kemudian industri manufaktur kita menderita. Tampak pula gejala-gejala deindustrialisasi di beberapa tahun belakangan ini hanya dibombardir dengan arus produk manufaktur China. Ketidaktahuan, sikap tidak peduli dan pengetahuan yang minim juga memperlemah posisi kita. Kita seperti mensuplai lebih banyak amunisi kepada lawan kita dengan menyediakan berbagai komoditas utama, seperti di bidang pertambangan dan energi, sementara industri kita sendiri senantiasa berteriak minta bantuan perihal kurangnya bahan mentah dan energi. Karenanya sulit membayangkan bagaimana produk kita akan berkompetisi head to head dengan China, terkecuali jika kita bisa memanfaatkan seluruh kompetensi sumber daya alam kita, terutama yang tidak dimiliki oleh China. Barangkali dalam tahap tertentu, kita juga tidak akan memperdagangkan produk bahan mentah kita lagi.
      Dengan demikian, jelaslah bahwa industri dalam negeri yang mengolah bahan mentah harus didukung penuh. Sentra-sentra industri harus direorganisasi sehingga terintegrasi dengan sumber-sumber bahan mentah. Pengembangan teknologi juga harus difokuskan ke arah itu. Dalam waktu singkat, kita harus membuang semua kebiasaan dan pola pengembangan industri yang tidak menguntungkan. Hanya mengeluh dan menyesali apa yang sudah terjadi tidak akan mengubah peruntungan kita. Sesungguhnya kita memiliki modal yang memadai untuk melakukan manuver dan strategi yang efektif.
China-Asean Free Trade Agreement (CAFTA) yang berlaku semenjak Januari 2010 ini dianggap oleh sebagian besar masyarakat, khususnya pengamat ekonomi industri domestik dan pelaku industri sebagai suatu ancaman bagi perkembangan industri skala kecil dan menengah di Indonesia. Dalam era globalisasi, perdagangan bebas menjadi satu syarat mutlak yang mau tidak mau atau suka tidak suka harus dijalankan oleh negara-negara di dunia. Perkembangan teknologi dan teknologi informatika yang begitu pesat telah membawa dunia perdagangan kepada level yang lebih lanjut. Informasi akan variasi produksi yang menjadi ciri khas suatu wilayah atau negara dapat dengan mudahnya tersampaikan kepada masyarakat wilayah atau negara lainnya. Perkembangan teknologi transportasi dapat dengan mudah mengakomodir proses distribusi produk suatu negara ke negara lain hanya dalam waktu relatif singkat. Hal-hal tersebut yang kemudian mempermudah dan memperlancar proses
terciptanya suatu sistem perdagangan internasional.    
    China, dengan kekuatan ekonomi dan kemampuan produksi serta distribusi produk secara massal dan menyebar, haruskah menjadi momok menakutkan bagi negara-negara lain dalam menyongsong era perdagangan bebas ataukah dapat dipandang sebagai rekanan bisnis yang dapat mengarahkan perdagangan bebas sebagai suatu proses pembentukan kondisi perdagangan regional Asia ke arah hubungan simbiosis mutualisme.
  
2.2. Pro Kontra CAFTA
Pihak yang pro menyatakan CAFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-produk Cina ke Idonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement (FTA) memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas, 5/1/2010). Sebaliknya, Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan kekhawatirannya atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di antaranya terjadinya perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha menjadi pedagang. Intinya, jika berdagang lebih menguntungkan karena faktor harga barang-barang impor yang lebih murah, akan banyak industri kreatif nasional dan lokal yang gulung tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja. (Republika, 4/1/2010).

2.3. Dampak CAFTA
Berlakunya CAFTA di Indonesia memiliki dampak positif dan negative. Dampak positifnya antara lain :
1)      Dengan diberlakukannya CAFTA bisa diprediksikan bahwa sejumlah produk barang dan jasa buatan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik Cina. Produk-produk hasil perkebunan seperti kakao, minyak kelapa sawit dan lain-lain misalnya akan lebih mudah diterima dan dibeli konsumen Cina sebab lebih kompetitif.
2)      Bisa dijadikan motivasi Indonesia untuk lebih membangun masyarakat yang lebih produktif dan kreatif serta mandiri secara ekonomi.
Dampak negative dari CAFTA, antara lain :
1.      Menigkatnya PHK dan pengangguran.
2.      Perusahaan akan menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja tetap. Sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran meningkat. Padahal, industri merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian dalam menyerab tenaga kerja.
3.      CAFTA akan mematikan banyak industri di Indonesia. Hal ini menyebabkan melonjaknya ketiadaan lapangan usaha di kalangan rakyat jelata.
4.      Mematikan pedagang kecil dan UKM (Usaha Kecil Menengah).
5.      CAFTA membuat ketergantungan Indonesia kepada Cina sangat besar.
6.      Akibat barang impor lebih murah, volume impor barang konsumsi pun naik, sehingga menghabiskan devisa negara dan membuat nilai tukar rupiah menjadi lemah.
7.      Melemahnya industry manufaktur Nasional.
Solusi yang pernah ditawarkan atau diterapkan di Indonesia, bangsa Indonesia tidak akan diam saja menghadapi CAFTA 2010, banyak yang telah memikirkan solusi untuk membuat bangsa ini dapat menghadapi CAFTA dengan sebaik-baiknya tanpa harus membuat bangsa ini jatuh ke dalam kemunduran ekonomi negara. Diantara solusi-solusi yang pernah ditawarkan baik oelh anak bangsa maupun oleh pemerintah ialah :
o   DPR, berencana membuat Panja (Panitia Kerja)
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas renegosiasi implementasi kesepakatan perdagangan bebas antara China dan ASEAN (China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA). Pembentukan panja ini untuk penajaman, khususnya mencari solusi bagi sektor usaha yang tidak siap menghadapi CAFTA. Panja tidak dimaksudkan untuk meminta pembatalan, tetapi penundaan implementasi terhadap sektor-sektor yang belum siap bersaing.
o   Menteri Koordinator Perekonomian, Tim koordinasi tersebut memiliki tiga tim teknis yang memiliki lima target program yang akan dilakukan sehingga CAFTA memberikan manfaat pula untuk Indonesia. Lima langkah utama itu adalah melakukan suatu pemantauan di pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia atas barang-barang yang mendapatkan fasilitas terkait CAFTA. Hal kedua yang dilakukan adalah melakukan pengawasan pasar domestik. Juga dilakukan pengawasan apakah terjadi penyelundupan, anti-dumping dan apakah barang yang masuk dilengkapi dengan surat keterangan asal. Juga menjadi tugas tim bagaimana memberikan penguatan terhadap industri-industri yang ditengarai terkena dampak. Penguatan yang dimaksud adalah mempercepat pembangunan infrastruktur, menghilangkan hambatan-hambatan yang mendorong terjadinya ekonomi biaya tinggi, memberikan insentif fiskal dan non fiskal serta membantu promosi. Tugas tim yang kelima adalah meningkatkan upaya-upaya ekspor produk Indonesia ke berbagai negara yang menjadi peluang pasar.
o   Pembentukan Balai Pelatihan Promosi Export Daerah.
Di beberapa daerah di Indonesia telah dibentuk Balai Pelatihan Promosi Export Daerah. Ada lima daerah yang mempunyai balai ini yaitu Makasar, Surabaya, Medan dan Banjarmasin. Balai pelatihan tersebut nantinya dapat meningkatkan kapasitas komoditas ekspor ke berbagai negara. Balai itu nantinya akan diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin berusaha, kalangan Usaha Kecil dan Menegah dan Mahasiswa. Keberadaan Balai Pelatihan tersebut dapat mempercepat akses pasar di luar negeri. Saat ini Indonesia sudah memiliki 19 perwakilan Indonesia Trade Promotion Center di Kanada dan Eropa.
o   Bantuan Mesin Produksi dan Pelatihan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Surabaya memberi bantuan mesin produksi kepada 4000 mikro kecil dan menengah (UMKM) di Surabaya. Penggunaan mesin dalam produksi ini akan mengurangi biaya produksi. Dengan biaya produksi murah harga barang menjadi lebih murah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kata dia, juga memberikan pelatihan kepada 4000 UMKM itu. Pelatihan dibagi dalam 20 bidang industri. Dimana setiap bidang industri ada sebanyak 200 peserta. Pelatihan bertujuan meningkatkan keterampilan pelaku UMKN sesuai jenis usahanya.
Saat ini CAFTA telah diberlakukan di Indonesia. Maka, tidak mungkin lagi Indonesia meminta penangguhan waktu dari perjanjian ini, karena telah terlanjur. Maka solusi yang dapat diterapkan adalah :
1)      Meningkatkan daya saing produk lokal.
Produk-produk China mempunyai harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik daripada produk lokal. Maka peningkatan daya saing produk lokal perlu dilakukan karena sasaran dampak dari CAFTA ini lebih berakibat buruk terhadap produk lokal. Upaya peningkatan daya saing produk lokal dapat dilakukan dengan peningkatan mutu dan kualitas produk lokal dengan biaya produksi yang seminimal mungkin. Peningkatan mutu dan kualitas produk lokal dapat dilakukan seperti memperbarui desain produk sesuai dengan kegemaran konsumen atau up to date, membuat publikasi (iklan) yang lebih gencar kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih mengenal produk lokal daripada produk China, membuat inovasi-inovasi terbaru yang dapat menyaingi produk-produk China. Peningkatan mutu dan kualitas berbanding lurus dengan biaya produksi yang tinggi. Hal itu akan melambungkan harga produk lokal sehingga masyarakat akan lebih melirik produk China. Biaya minimal dapat diberikan pemerintah melalui pinjaman ringan pada usaha-usaha kecil dan menengah, mengurangi korupsi serta pungli di birokrasi pemerintahan. Peningkatan daya saing produk lokal ini dapat membuat konsumen di Indonesia lebih memilih produk-produk lokal dari pada produk China.
2)      Menyiapkan SDM yang bermutu.
Memproduksi barang yang murah dan berkualitas tidak akan tercapai sementara disisi lain SDM yang dimiliki pun berkualitas rendah. Karena CAFTA sudah didepan mata, maka perlu diadakan sebuah pelatihan-pelatihan yang harus segera dilaksanakan secepatnya. Pelatihan-pelatihan ini tidak hanya dilakukan di beberapa daerah tertentu saja melainkan diseluruh Indonesia. Pelatihan-pelatihan ini difokuskan untuk meningkatkan SDM yang mempunyai daya saing dalam memproduksi produk lokal. Pelatihan ini dapat berupa pelatihan pembuatan desain produk masa kini sesuai selera masyarakat, pelatihan cara mempublikasikan produk agar lebih dikenal masyarakat, pelatihan distribusi dan pemasaran peserta pelatihan yang merangsang masyarakat agar dapat membuat inovasi-inovasi terbaru dan berbeda.
3)      Realisasi Undang-Undang Perlindungan bagi Produsen dan UMKM di Indonesia.
Pemerintah perlu merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang dan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan bangsa Indonesia utamanya produsen barang dan UMKM dalam menghadapi CAFTA ini. Dengan realisasi pelaksanaan undang-undang ini maka produsen produk lokal dan UMKM akan merasa benar aman dan tidak khawatir akan dirugikan CAFTA daripada negara lain.
4)      Membuat kebijakan untuk distributor agar tidak mendistribusikan barang impor secara berlebihan.
Penyebaran produk-produk China di Indonesia sampai ke pelosok-pelosok daerah tidak terlepas dari peran distributor. Sehingga, meluasnya penyebaran produk China dapat mengancam produk lokal yang kalah saing dengan produk China. Pemerintah dapat membuat kebijakan pembatasan pendistribusian barang impor secara berlebihan yang bisa mengancam produk lokal.
5)      Mensosialisasikan cinta produk Indonesia.
Hal-hal diatas tidak akan mungkin terlaksana sementara konsumen sendiri masih enggan untuk membeli produk lokal. Karena itu perlu diadakan sosialisai besar-besaran untuk mencintai dan membeli produk indonesia. Sosialisasi ini dilakukan dengan memasang baliho dan spanduk di tempat-tempat strategis, membuat iklan layanan masyarakat di berbagai media, menyebar pamflet-pamflet ke seluruh Indonesia. Sosialisasi ini perlu juga diawasi pelaksanaanya agar dapat terlaksana dengan baik.
Akhirnya, segala hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk CAFTA tidak bisa maksimal selama pemerintah dan masyarakat tidak bersatu berupaya mengurangi dampak CAFTA. Namun, perlu disadari bahwa kemampuan Indonesia menghadapi CAFTA agar tidak berdampak buruk bagi bangsa ini tidak bisa dibandingkan dan disamakan dengan kesiapan China yang telah mempersiapkan diri bertahun-tahun dalam menghadapi perdagangan bebas dunia.
   
BAB III
PENUTUP

 3.1. Kesimpulan
1.      Solusi yang dapat diterapkan di Indonesia dalam menghadapi CAFTA antara lain :
a)      Meningkatkan daya saing produk lokal.
b)      Menyiapkan SDM yang bermutu.
c)      Menetapkan Undang-Undang perlindungan produsen.
d)     Membuat kebijakan untuk distributor agar tidak mendistribusikan barang impor secara berlebihan.
2.      Teknik implementasi yang akan dilakukan.
Teknik implementasi yang akan dilakukan untuk solusi yang diterapkan di Indonesia dalam menghadapi CAFTA, yaitu :
a.       Meningkatkan daya saing produk lokal.
Peningkatan daya saing produk lokal dapat dilakukan dengan memperbarui desain produk sesuai dengan kegemaran konsumen atau up to date, membuat publikasi (iklan) yang lebih gencar kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih mengenal produk lokal daripada produk China, dan membuat inovasi-inovasi terbaru yang dapat menyaingi produk-produk China. Biaya produksi minimal dapat diberikan pemerintah melalui pinjaman ringan, mengurangi korupsi serta pungli di birokrasi perdagangan.
b.      Menyiapkan SDM yang bermutu.
Mengadakan pelatihan yang dapat berupa pelatihan pembuatan desain produk masa kini sesuai selera masyarakat, pelatihan cara mempublikasikan produk agar lebih dikenal masyarakat, pelatihan distribusi dan pemasaran peserta pelatihan yang merangsang masyarakat agar dapat membuat inovasi-inovasi terbaru dan berbeda.
c.       Realisasi undang-undang perlindungan produsen.
Merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang dan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan bangsa Indonesia utamanya produsen barang dan UMKM dalam menghadapi CAFTA. Membuat kebijakan untuk distributor agar tidak mendistribusikan barang impor secara berlebihan. Pemerintah membuat kebijakan membatasi distributor agar tidak mendistribusikan produk China secara berlebihan.
d.      Mensosialisasikan cinta produk Indonesia.
e.       Sosialisasi ini dilakukan dengan memasang baliho dan spanduk di tempat-tempat strategis, membuat iklan layanan masyarakat di berbagai media, menyebar pamflet-pamflet ke seluruh Indonesia.
3.        Prediksi hasil yang akan diperoleh (manfaat dan dampak gagasa).
a.       Meningkatkan daya saing produk lokal
Jika produk lokal telah mempunyai daya saing setara atau bahkan lebih unggul dari produk China maka produk lokal dapat laku di pasar Indonesia. Jika hal ini terjadi, maka produsen dan UKM tidak akan mengalami kebangkrutan seperti yang ditakutkan.
b.      Menyiapkan SDM yang bermutu.
Dengan SDM yang bermutu maka SDM Indonesia siap bersaing untuk menghasilkan produk berkualitas dan mempunyai manajemen pemasaran yang baik di perdagangan bebas China-ASEAN. Realisasi Undang-Undang perlindungan bagi produsen dan UMKM di Indonesia. Jika Undang-undang benar-benar terealisasi, produsen dan UMKM akan terlindungi dari kebijakan yang menguntungkan negara lain dan merugikan produsen itu sendiri.
c.       Membuat kebijakan untuk distributor agar tidak mendistribusikan barang impor secara berlebihan.
Dengan peran distributor yang tidak berlebihan mendistribusikan produk China ke seluruh pelosok Indonesia, diharapkan produk Indonesia akan tersebar luas di seluruh Indonesia sehingga produk lokal lebih dikenal masyarakat daripada produk China.
d.      Mensosialisasikan cinta produk Indonesia.
Ketika konsumen Indonesia sudah cinta produk lokal maka konsumen tidak akan melirik produk impor walaupun kualitas dan harga lebih murah daripada produk lokal.
3.2. Saran.
Untuk menghadapi CAFTA, sebaiknya semua pihak harus mendukung kebijakan pemerintah yang pernah dilakukan pemerintah yaitu melaui  DPR yang membuat Panitia Kerja untuk mencari solusi bagi sektor usaha yang tidak siap menghadapi CAFTA. Menko Perekonomian juga berencana melakukan standarisasi yang diikuti dengan 200-an aturan tentang CAFTA, pembentukan balai promosi eksport daerah di beberapa daerah di Indonesia, serta bantuan mesin produksi dan pelatihan bagi UMKM.
  
DAFTAR PUSTRAKA

Asean-China Free Trade Area dan Deindustrialisasi.htm
Free Trade Agreement China-Asean dan Ancaman Imperialisme Asia,htm
Kawasan Perdagangan Bebas Asean-Tiongkok.htm
CAFTA terhadap Pertanian Indonesia Peluang atau ancaman, Syaiful Amri Saragih

Seputar Dampak China-Asean Free Trade Area pada Dunia Industri Teknologi Informasi, Blog My BC Shop.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.