KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
akhirnya makalah Sejarah Revolusi yang membahas mengenai Perundingan
Linggarjati selesai.
Kami selaku penyusun
ingin mengucap banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung ataupun tidak. Serta rasa
terima kasih kepada dosen mata kuliah makalah Sejarah Revolusi yang telah
membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini, karena telah menularkan banyak
ilmunya kepada kami.
Kami sadar makalah yang
kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari pembaca sekalian sangat kami harapkan guna perbaikan pada tulisan kami
selanjutnya.
Bengkulu, Juni 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
Latar Belakang 3
Tujuan 3
Rumusan Masalah 3
Metode Penyusunan
Makalah 4
Sistematika Uraian 4
BAB II PEMBAHASAN 5
Gambaran Kondisi
Indonesia Pada Masa Revolusi 5
Gambaran Umum Perundingan Linggarjati 7
Indonesia Pasca
Perundingan Linggarjati 9
BAB III PENUTUP 11
3.1 Kesimpulan 11
3.2 Analisis 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 15
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia adalah negara
yang terletak di Asia Tenggara, yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945
dengan Ir.Soekarno sebagai presidennya. Pasca Proklamasi kemerdekaan negara ini
diuji oleh banyaknya persoalan dari dasar negara sampai kembali datangnya
Belanda yang tidak mengakui Kemerdekaan Indonesia. Masa Revolusi di Indonesia
dimulai dengan masuknya Sekutu diboncengi oleh Belanda (NICA) ke berbagai
wilayah Indonesia setelah kekalahan Jepang, dan
diakhiri dengan penyerahan kedaulatan
kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember
1949. Terdapat
banyak sekali peristiwa sejarah pada masa itu, pergantian berbagai posisi kabinet, Aksi
Polisionil oleh Belanda, berbagai perundingan, dan peristiwa-peristiwa
sejarah lainnya.
1.2.
Tujuan
Makalah ini disusun
dengan tujuan diantaranya untuk agar lebih mengetahui dan memahami mengenai
Perundingan Linggarjati.
1.3.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Gambaran
Umum Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi ?
2.
Bagaimana Gambaran dari Perundingan
Linggarjati ?
3.
Bagaimana Kondisi Indonesia Pasca
Perundingan Linggarjati ?
1.1.Manfaat
Penyusunan Makalah
Untuk mengetahui dan
memahami mengenai Perundingan Linggarjati.
1.2.
Metode Penyusunan Makalah
Makalah ini disusun
dengan menggunakan metode kajian pustaka. Dimana sumber-sumber yang digunakan
merupakan sumber-sumber tertulis seperti buku, catatan, artikel dan sumber
tertulis lainnya. Metode kajian pustaka dipilih karena metode ini lebih
kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.
1.3.
Sistematika Penyusunan Makalah
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Metode Penyusunan
Makalah
1.4. Rumusan Masalah
1.5. Sistematika Uraian
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Kondisi
Indonesia Sebelum Perundingan Linggarjati
2.2. Gambaran Umum
Perundingan Linggarjati
2.3. Indonesia Pasca
Perundingan Linggarjati
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2. Analisis
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Umum
Kondisi Indonesia Pada Masa Revolusi.
Sebenarnya
tonggak awal revolusi Indonesia dimulai sejak dikumandangkannya Proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Proklamasi menjadi
tonggak baru sejarah Imdonesia yang membawa pada perubahan yang signifikan di
seluruh aspek tatanan kenegaraan. Di ibaratkan jika kemerdekaan adalah masa
depan Indonesia maka Proklamasi adalah pintu menuju kemerdekaan tersebut. Meski
di masa selanjutnya bangsa Indonesia mendapatkan tantangan dalam mempertahankan
kemerdekaannya, namun proklamasi tetap menjadi awal mula langkah revolusioner
bangsa Indonesia (Kahin, 1980: 173).
Mengungkap
peristiwa penyebab revolusi kemerdekaan di Indonesia memang sangat mudah karena
telah jelas bahwa Proklamasi menjadi langkah berani bangsa Indonesia dalam
menentukan nasib masa depan sejarahnya. Namun jika mengungkap pemicu revolusi
fisik, suatu periode sejarah bangsa Indonesia yang pernah dialami dalam kurun
waktu 1945-1950 merupakan satu hal yang cukup sulit. Hal tersebut disebabkan
karena tidak ada peristiwa yang secara terang-terangan menjadi “sumbu” pemicu
meletusnya revolusi fisik yang terjadi di berbagai daerah dalam waktu yang
hampir bersamaan.
Analisis
awal dimulai dari peristiwa proklamasi kemerdekaan, karena peristiwa inilah
yang menjadi titik awal penentu sejarah Indonesia kedepannya. Sejak terdengar
desas-desus golongan pemuda mendorong Soekarno-Hatta untuk memproklamasikan
kemerdekaan RI, Jepang telah berang dan waspada dengan berbagai kemungkinan
yang akan terjadi. Situasi semakin memanas ketika Proklamasi benar-benar
dikumandangkan, atas perintah panglima militer Jepang di Jawa Laksamana Maeda
dan stafnya langsung ditangkap. Keesokan harinya Jepang mengumumkan bahwa Peta,
Heiho, dan semua organisasi bersenjata dibubarkan.
Tindakan yang dilakukan Jepang selanjutnya adalah pada
19 Agustus 1945 menghalang-halangi rapat raksasa yang dilakukan di Lapangan
Ikada Jakarta dengan menggunakan tank-tank dan mobil-mobil bersenjata. Namun
karena masa semakin banyak maka Jepang tidak berani mengambil tindakan apa-apa,
massa bubar dengan damai dan tentara Jepang tidak melakukan aksi yang dikhawatirkan.
Kemudian seiring pembubaran organisasi-organisasi bersenjata di Indonesia,
namun kebijakan tersebut ditentang oleh para pemuda. Perlawanan ini dimulai
di Jawa, pemuda anggota Peta atau
organisasi bersenjata buatan Jepang menolak untuk melucuti senjata mereka
bahkan mereka malah menuntut kepada Jepang untuk
menyerah.
sehingga hasilnya beberapa formasi kecil tentara di daerah-daerah menyerah
kepada para pemuda.
Sebagai
simbol revolusi Soekarno memerintahkan kepada para pemuda untuk mengibarkan bendera
merah putih di semua gedung umum. Para pemuda merebut senjata dari orang-orang
Jepang, menyerang garnisun pertahanan Jepang, mengusir para fungsionaris Jepang
dari gedung pemerintahan dan tindakan-tindakan penyerangan lainnya. Sampai
kedatangan sekutu kebijakan Jepang terus tarik ulur, di satu sisi komandan
militer Jepang harus menjalankan mandat dari Allied Southeast Command untuk
mempertahankan status quo politiknya di Indonesia tapi di sisi lain penyerangan
dari pihak Indonesia pun semakin gencar.
Pada
tanggal 29 September 1945 tepat ketika konflik Indonesia-Jepang dalam merebut
kekuasaan militer dan sipil memanas, datang sekutu ke Indonesia dibawah
pimpinan Laksamana Patterson dan Letnan Jendral Sir Philip Christison. Selama 2
minggu di awal bulan Oktober terjadi peperangan Indonesia-Jepang memperebutkan
kota-kota seperti Bandung, Garut, Surakarta, Yogyakarta, Semarang, dan
Surabaya. Dalam situasi yang sedang memanas ini Patterson mengumumkan bahwa
pasukan sekutu datang hanyauntuk melindungi rakyat serta memulihkan keamanan
dan ketertiban dengan mengembalikan pemeintah Hindia-Belanda berwenang lagi.
Menyusul
pengumuman Letnan Jendral Christison bahwa pasukan Jepang di Jawa sementara
harus dipakai untuk memulihakan keamanan dan ketertiban. Pengumuman ini disusul
dengan pendaratan kontingen-kontingen kecil pasukan Belanda dibawah
perlindungan Inggris. Hal ini membuat Soekarno dan pemimpin-pemimpin republik
khawatir akan terjadi peristiwa yang tidak di inginkan yaitu perebutan kembali
kedaulatan RI ke tangan Belanda. Hal itu benar-benar terjadi ketika pasukan
Belanda memulai aktifitasnya di Indonesia setelah pendaratan Jendral Patterson
29 September 1945.
Dijelaskan
oleh Mayor F.E. Crockett dalam Kahin (1983: 180) sebagai berikut :
“Berbarengan
dengan kedatangan Jendral Van Oyen, di jalan-jalan (Jakarta) mulai tampak
barisan patroli Belanda dan Ambon
(serdadu KNIL) yang getol menembak. Mereka menembak segala yang tampak
mencurigakan, dan bila tidak ada yang dapat dijadikan sasaran, mereka tidak
segan-segan merampas rumah penduduk, dan tanpa tuduhan atau peringatan,
menyeret keluar beberapa atau seluruh penghuninya..... “insiden-insiden” itu
meningkat. Kaum nasionalis mendapat perintah bahwa setiap kali pihak mereka
mulai bertentangan, mereka akan berurusan dengan para pejabat yang berwenang.
Untuk mencegah kerusuhan, Soekarno memerintahkan agar semua orang Indonesia
menyingkir dari jalan-jalan di Batavia pada malam hari. Menjelang jam 08.00
malam, jalan sudah kosong kecuali barisan
patroli
Belanda yang mondar-mandir. Ini adalah penampilan cara Soekarno memerintah
rakyat yang mengesankan”.
Kejadian
seperti ini yang memperuncing situasi Indonesia saat itu. Disatu sisi konflik
dengan jepang belum berakhir, kemudian datang Belanda yang di lindungi oleh
sekutu ingin kembali menjajah Indonesia. Akhirnya muncul secara serentak
perlawanan dari rakyat Indonesia berupa perlawanan fisik yang dimulai dari
pulau Jawa dan menyebar ke seluruh pulau di Indonesia. Adapun setelah
dijabarkan dalam pemaparan di atas maka dapat digambarkan faktor awal pemicu
meletusnya revolusi sebagai berikut :
- PROKLAMASI
- OFENSIF JEPANG
- KEDATANGAN SEKUTU
- REVOLUSI
2.2. Gambaran Umum
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat
yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947. Masuknya
AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia
karena Jepang
menetapkan status quo di Indonesia
menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti
contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi
penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark
Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di
Hooge Veluwe, namun
perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui
kedaulatannya atas Jawa,
Sumatera dan
Madura, namun
Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Pada akhir Agustus 1946, pemerintah
Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan
perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946
bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan
Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini
menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober)
dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November
1946.
Dalam perundingan ini,
Indonesia diwakili oleh Kabinet Sjahrir III yang dipimpin oleh Perdana
Menteri Sutan Sjahrir dan tiga anggota: Mohammad
Roem, Susanto Tirtoprodjo, dan AK Gani.
Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Schermenhorn dengan anggota Max Van Poll, F de Boer, dan HJ Van Mook.
Lord
Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Bulan Agustus
pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dengan menunjuk
tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil
republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan
November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn.
Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah
mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu
persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :
o
Belanda mengakui secara de facto
Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus
meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949,
o
Republik Indonesia dan Belanda akan
bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah
satu bagiannya adalah Republik Indonesia
o
Republik Indonesia Serikat dan Belanda
akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis
Konstituante didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara
demokratis dan bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya
menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama
dalam hubungan luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta
kebudayaan. Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB.
Akhirnya setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan
lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari
kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan
secara resmi Perundingan
Linggarjati. Sebenarnya
Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan tercapainya
persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan rancangan, dan yang
bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
2.3. Indonesia Pasca
Perundingan Linggarjati
Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan linggar jati, Negara
Indonesia mengalami kekalahan selangkah. Selanjutnya setelah
terbentuk negara RIS pihak Belanda bertindak sewenang-wenang yang merugikan RI.
Meskipun demikian Indonesia tidak sepenuhnya mengalami kekalahan, karena dengan
Perundingan Linggarjati inilah kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda dan
secara otomatis dunia Internasional pun mengakui hal ini. salah satu poin dalam
perundingan ini yang diharuskan Belanda mengakui Kedaulatan Indonesia secara de
Fakto inilah yang membuat Indonesia sebenarnya tidak dirugikan secara penuh.
Bagi pihak Indonesia, keikut sertaan Soekarno-Hatta dalam perundingan
merupakan suatu keberhasilan. Dunia luar dengan demikian akan memandang
Republik Indonesia sebagai negara (meskipun belum diakui de jure), karena telah
memenuhi syarat, yakni wilayah tertentu, pemerintah yang nyata yang dipimpin
oleh seorang kepala negara (Presiden), cabinet dengan perdana mentrinya, dan
adanya perwakilan rakyat (KNIP), dan karena tercapainya persetujuan gancatan
senjata (yang akan diuraikan dibawah ini), dan adanya tentara regular. Tidak
lagi seperti yang digambarkan oleh Belanda sebagai suatu pemberontakan beberapa
“ekstrimis” yang dipimpin oleh “kolabor Jepang”.
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan
kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat
Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata.
Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya
pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk
menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.
6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat
agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perjanjian linggarjati
atau Perundingan Linggar Jati adalah Diplomasi Sejarah Indonesia
Nasional Antara Republik Indonesia dengan Belanda, dimana Perjanjian linggar
jati adalah suatu perjanjian yang dilakukan antara Sutan Sahmi dari pihak
Indonesia dengan Dr.H.J. Van Mook dari pihak pemerintah
Belanda. Kesepakatan linggar jati yang berlangsung selama 4 (empat) hari
disepakati di sebuah desa linggar jati di daerah Kabupaten Kuningan.
Perundingan
ini/Perjanjian ini berawal dari hambatan yang dihadapi bangsa Indonesia pada masa
awal kemerdekaan adalah dari tentara Jepang yang masih ada di Indonesia.
Meskipun Jepang telah menyerah sama sekutu. Tetapi mereka dalam jumlah yang
cukup besar masih belum kembali ke negerinya.
Tindakan
bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan bukan hanya
melalui kekerasan senjata melainkan juga ditempuh dengan jalan damai yaitu
melalui perundingan-perundingan atau melalui jalur diplomasi.
Hasil perundingan
tertuang dalam 17 pasal. 4 (Empat) isi pokok pada perundingan linggar jati
adalah :
1.
Belanda
mengakui secara defacto wilayah RI / Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera
dan Madura.
2.
Belanda
harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari 1946.
3.
Pihak
Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat atau
RIS.
4.
Dalam bentuk RIS indonesia harus
tergabung dalam Commonwealth / Uni Indonesia
Belanda dengan mahkota
negeri Belanda debagai kepala uni.
Dengan adanya kesepakatan perjanjian / perundingan
linggar jati, Negara Indonesia mengalami kekalahan selangkah. Selanjutnya
setelah terbentuk negara RIS pihak Belanda bertindak
sewenang-wenang yang merugikan RI. Kemudian terjadilah agresi militer I /
pertama.
Beberapa
perundingan yang pernah dilakukan oleh pemerintah dengan Belanda selama masa
perang kemerdekaan (1945-1949) diantaranya adalah Perundingan Linggar Jati
/ perjanjian linggarjati .
Perundingan
ini diadakan di Linggar Jati sebelah selatan Cirebon 10 November 1946
dipimpin oleh Lord Killearndan ,menghasilkan suatu persetujuan. Naskah hasil
perundingan diumumkan dan farap oleh kedua belah pihak pada tanggal 15 Nov
1946. Setelah naskah diparaf timbul berbagai macam tanggapan masyarakat
Indonesia yang mendukung dan menentang terhadap naskah itu sehingga akhirnya
naskah itu baru ditandatangani 25 Maret 1947.
Meskipun
persetujuan Linggar Jati telah ditandatangani namun hubungan Indonesia Belanda
tidak bertanbah baik, karena adanya perbedaan penafsiran terhadap beberapa
persetujuan dan Pihak Belanda selalu berusaha untuk melanggar persetujuan
itu.
Perundingan
Linggarjati yang dilaksanakan di daerah Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat ini
merupakan usulan dari perdana menteri Sutan Syahrir. Dilaksanakan di
linggarjati karena pada saat itu situasi politik di Ibukota negara sedang tidak
stabil dengan adanya pengaruh/ desakan dari Belanda, keputusan ini disetujui
oleh penengah dari Inggris. Diadakan di Linggarjati karena selain merupakan
daerah yang tidak asing bagi Sutan Syahrir karena beliau pernah tinggal, selain
itu pula daerah linggarjati yang termasuk kedalam wilayah pemerintahan Jawa
Barat secara letak geografis tidak jauh dengan ibukota negara dan jika dilihat
dari situasi tempat perundingan tersebut ketika kami berkunjung ke linggarjati
ini, memang kami pikir tempat perundingan ini yang strategis untuk melaksanakan
perundingan. Namun ada beberapa hal yang kami amati dari perundingan ini adalah
selain secara kedaulatan Indonesia diuntungkan dengan adanya perjanjian
linggarjati ini karena secara tidak langsung pihak Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia dan secara wilayah meskipun
mendapatkan hanya Jawa, Sumatera, Madura tetapi wilayah ini merupakan dapat
dikatakan sebagai wilayah centralnya negara Indonesia. Meskipun demikian kami
melihat bahwa dari hasil perundingan linggarjati ini masih menunjukkan
eksistensi pihak Belanda untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai Negara yang
masih dibawah kekuasaannya. Hal ini terbukti dengan adanya pasal-pasal dalam
peundingan ini yang menyatakan bahwa negara Indonesia menjadi negara Indonesia
Serikat yang bersifat parlementer seperti layaknya pemerintahan Belanda sendiri
atau dengan kata lain Indonesia merupakan negara yang ingin dijadikan negara
Boneka oleh Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
A.B
Lapian & P.J Droglever.1992. Menelusuri Jalur Linggarjati. PT temprint
:Jakarta
Dr.
Mr. Ide Anak Agung Gede Agung. Persetujuan linggarjati ( prolog & epilog).
Universitas 11 maret press. Yogyakarta
Drs.
I Nyoman Dekker.SH. 1965. Sejarah Indonesia baru 1800-1950.
Fahrul.
2008. Perjanjian linggarjati . www.Google.com. Di unduh tanggal 9 Maret 2013.
Ricklefs
M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.PT Serambi Ilmu Semesta: Jakarta
Zulkipli .2008. agresi milter belanda 1 & 2 (PI)
1925. www.Google.com Di unduh tanggal 9 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.