BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses
geologi yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun dari luar bumi (eksogen)
dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi manusia. Bencana-bencana
tersebut diantaranya merupakan tanah longsor. Tanah longsor merupakan satu
peristiwa dikarenakan adanya gerakan tanah. Dampak dari bencana-bencana
tersebut dapat menimbulkan berbagai kerugian dan dampak bagi aktivitas manusia
di berbagai wilayah muka bumi.
Di
banyak negara-negara di dunia yang daerahnya bergunung-gunung atau
berbukit-bukit seperti di Indonesia, Jepang, Norwegia, Swiss, Yugoslavia dan
lain-lainnya, longsoran sering terjadi dan merupakan problem yang serius yang
harus ditangani. Di Indonesia, semenjak tahun 2000 banyak tempat di daerah yang
berbukit-bukit mengalami longsoran, terutama pada musim hujan (Hardiyatmo,
2006: 1).
Tanah
longsor yang terjadi perlu diperhatikan oleh masyarakat luas terlebih lagi
tentang dampak yang dapat ditimbulkan, usaha mencegah bencana tanah longsor dan
mitigasi bencana tanah longsor. Tanah longsor dapat memakan korban jiwa yang
banyak dan proses evakuasi yang berjalan dengan lama. Bencana tersebut
menganggu aktvitas manusia dan menimbulkan banyak kerugian bagi manusia.
Kejadian tanah longsor perlu diwaspadai mengingat Indonesia merupakan wilayah
yang memiliki rawan longsor dan berbagai bencana lainnya. Masyarakat luas perlu
mewaspadai adanya bahaya longsor dengan terus memperhatikan keseimbangan alam
dan menjaga alam supaya bahaya bencana tersebut tidak terjadi.
Berdasarkan
catatan, bencana geologi yang terjadi di berbagai belahan dunia meningkat
secara tajam, baik dalam tingkat dan skala kejadiannya dan berdasarkan
statistik jumlah korban jiwa dan harta benda juga meningkat. Ketidakpastian
dalam menghadapi bencana, pencegahan dan mitigasi bencana merupakan isu-isu
yang sangat penting pada saat ini. (Djauhari, 2006: 105).
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan tanah longsor ?
2.
Bagaimana proses terjadinya tanah longsor ?
3.
Apa penyebab terjadinya tanah longsor ?
4.
Apa saja dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor ?
5.
Bagaimana pemetaan daerah rawan longsor di Indonesia ?
6.
Bagaimana usaha menanggulangi tanah longsor ?
7.
Bagaimana mitigasi bencana tanah longsor ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui yang dimaksud dengan tanah longsor
2.
Mengetahui proses terjadinya tanah longsor
3.
Mengetahui penyebab terjadinya tanah longsor
4.
Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor
5.
Mengetahui pemetaan daerah rawan longsor di Indonesia
6. Mengetahui
usaha-usaha menanggulangi tanah longsor
7. Mengetahui mitigasi
bencana tanah longsor
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gerakan
massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide)
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di
daerah tropis basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi
dan kadang-kadang getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut.
Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser
disepanjang bidang longsor yang merupakan batas bergeraknya massa tanah atau
batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).
Gerakan
tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat gaya gravitasi.
Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan
secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat
asalnya karena pengaruh gaya berat (Noor, 2006: 106).
Adanya
gerakan tanah disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya ikat
(kohesi) tanah/batuan yanglemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat
terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya
yang ada disekitarnya membentuk masa yang lebih besar. Lemahnya daya
ikat/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan
air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa
tanah/batuan tersebut.
Sedangkan
faktor eksternal yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah terdiri dari
berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan
kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan dan pola
pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran air, ulah manusia seperti penggalian
dan sebagainya.
B. Poses Terjadinya
Tanah Longsor
Arsyad
(1989) mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu
volume tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang
terdiri dari tanah liat (mengandung kadar tanah liat) seteluh jenuh air akan
bertindak sebagai peluncur lonsoran akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan
berikut:
a. Adanya
lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah
b. Aadanya
lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang akan
menjadi bidang luncur dan
c. Adanya
cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah tepat diatas kedap air
tersebut menjadi jenuh
Lapisan
kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi, atau
dapat juga berupa lapisan batuan, seperti Napal liat (slay shale)
(Arsyad dalam Suripin, 2011:39).
C. Jenis-jenis Tanah
Longsor
Gerakan
massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar di
sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa ini bergerak ke bawah
material pembentuk lereng berupa tanah, batu, timbunan buatan atau campuran
dari material lain.
Menurut
Cruden dan Varnes (1992) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:15), karakteristik
gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam antara lain;
a.
Jatuhan (falls)
b.
Robohan (topples)
c.
Longsoran (slides)
d.
Sebaran (spreads)
e.
Aliran (flows)
a.
Jatuhan (falls)
Jatuhan
(falls) merupakan gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau
batuan) di udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material
yang longsor. Jatuhan terjadi tanpa adanya bidang longsor dan banyak terjadi
pada lereng terjal atau tegak yang terdiri dari batuan yang mempunyai
bidang-bidang menerus (diskontinuitas). Jatuhan pada tanah biasanya
terjadi apabila material mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan
erosi, contohnya di lapisan pasir bersih atau danau berada di atas lapisan
lempung.
Jatuhan
merupakan satu dari mekanisme erosi utama dari lempung overconsolidated tinggi
(heavily overconsolidated). Longsoran pada lempung terjadi apabila air
hujan mengisi retakan di puncak dari lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan
oleh retakan yang dangkal runtuhnya ke depan.
Jatuhan
batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi akibat oleh
pelapukan, perubahan temperatur, tekanan air atau penggalian bagain bawah
lereng. Didaerah Tempel, Sleman, Yogyakarta terdapat lereng batuan terjal yang
retak dengan lebar retakannya secara berangsur-angsur bertambah oleh akibat
getaran yang ditimbulkan oleh aliran debris Kali Krasak, ketika terjadi banjir.
b.
Robohan (topples)
Robohan
(topples) merupakan gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada
lereng batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang
ketidakmenerusan yang relatif vertikal. Tipe gerakan hampir sama dengan
jatuhan, hanya gerakan batuan longsor merupakan mengguling hingga roboh yang
berakibat batuan lepas dari permukaan lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan
robohan yaitu air yang mengisi retakan.
c.
Longsoran (slides)
Longsoran
(slidses) merupakan gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan
oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor.
Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Perpindahan
Material total sebelum longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk
mencapai kuat geser puncaknya dan pada tebal zona longsornya. Perpindahan total
lebih kecil pada lempeng kaku overconsolidated. Zaruba dan Menci (1969)
dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:19), dari pengamatan di lapangan menyimpulkan
bahwa tanah-tanah lempeng kaku dapat mengalami perpindahan geser (shear
displacement) sampai mencapai 2,5% dari tebal zona longsor. Untuk serpih
kaku (stiff shales) perpindahan geser dapat mencapai sekitar 0,8%
Berdasarkan
geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua jenis antara lain:
1)
Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional (rotational
slides)
Longsoran
rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi pada
massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni
terjadi pada material yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul).
Longsoran
rotasional dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1.
Penggelinciran (slips)
Penggelinciran
(slips) terjadi dalam serpih (shale) lempung lunak, umumnya
mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor bergerak bersama dalam satu
kesatuan di sepanjang bidang longsor atau bidang gelincir yang relatif tipis.
(Patterson, 1961; Hultin, 1961) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:22). Pada
longsoran rotasional umumnya mendekati tegak, khususnya pada tanah-tanah
berbutir halus berlapis. Bagian ini tidak dapat dapat berdiri terlalu lama
tanpa penyangga, dan longsoran baru dari bagian ini bisa saja terjadi. Selain
itu, air yang terperangkap dalam massa tanah longsor yang miring ke belakang
dapat memicu longsoran tambahan ketika keestabilan lereng menurun.
2.
Longsoran rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)
Longsoran
rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)dipicu oleh longsoran
awal yang bersifat lokal. Longsoran ini berkembang secara bertahap dan menyebar
ke belakang di sepanjang permukaan bidan longsor.
3.
Longsoran berurutan (succesive slides)
Longsoran
berurutan (succesive slides) merupakan deretan dari sejumlah longsoran
rotasional dangkal yang terjadi secara berurutan pada lereng lempung overconsolidated
retak-retak. Pengamatan longsoran di Jepang oleh Fukuoka (1953) menunjukkan
bahwa longsoran semacam ini terjadii diawali dari lereng bagian bawah kemudian
menyebar ke atas.
2)
Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational
slides)
Longsoran
dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational
slides) merupakan gerakan di sepanjang diskontunuitas atau bidang lemah
yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng sehingga gerakan tanah
secara translasi. Dalam tanah lempung translasi di sepanjang lapisan tipis
pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng
yang ada. Longsoran translasi lempung mengadung lapisan pasir atau lanau dapat
disebabkan oleh tekanan air berpori yang tinggi dalam pasir atau lanau
tersebut. Longsoran translasional dapat dibedakan menjadi tiga antara lain:
a)
Longsoran blok tranlasional (translational block slides)
Longsoran
blok tranlasional terjadi pada material keras (batu) di sepanjang kekar (joint),
bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang posisinya
sangat miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan batuan dengan
bidang longsor yang bisa diprediksi sebelumnya. Longsoran ini sering dipicu
oleh penggalian lereng bagian bawah dan terjadi jika kemiringan lereng
melampaui sudut gesek dalam massa batuan di sepanjang bidang longsor. Longsoran
terjadi terutama dalam zona dimana lempung terpecah-pecah dan dimana retakan
yang berpotensi menyebabkan longsor secara pendekatan merupakan bidang rata.
b)
Longsoran pelat (slab)
Longsoran
pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk atau lereng
debris dangkal yang terletak pada lapisan batu. Longsoran pelat terjadi pada
lereng yan terjal terdiri dari tanah residual, sesudah hujan lebat.
c)
Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides)
Longsoran
translasional berlipat (multiple translasional slides) dipicu oleh
longsoran pelat, kemudian menyebar ke atas secara bertahap ketika tanah di
bagian belakang scarp di puncak longsoran melunak oleh air hujan. Air
hujan ini mengisi retakan di atas scarp. Longsoran susulan biasanya
terjadi setelah hujan lebat.
d)
Sebaran lateral (spreading failurse)
Longsoran
translasional mundur (retrogressive translational slides) merupakan
longsoran tipe sebaran. Dalam keruntuhan ini, kejadiannya berkembang sangat
cepat, terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau datar. Keruntuhan ini
terjadi pada lempung verved (berlapis-lapis) dimana tekanan air pori
sangat tinggi berkembang pada lapisan tipis pasir atau lanau yang tersisip di
dalam lempung. Hasil dari gerakan lateral menyebabkan material yang berada
diatasnya remuk yang beberapa hal dapat mengakibatkan aliran lanau (mudflows).
d.
Sebaran (spread)
Sebaran
yang termasuk longsoran translasional disebut sebaran lateral (lateral
spreading) merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya
massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya (Cruden dan
Varnes, 1992 dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:27). Longsoran tipe sebaran lateral
terjadi pada saat hujan lebat di Algeria, berupa blok-blok batu gamping (limestone)
yang melesak ke dalam lapisan marl yang berbeda di bawahnya. Lapisan marl
ini menjadi lemah oleh pengaruh pelapukan (Drouhin et al, 1948 dalam Hary C
Hardiyatmo, 2006:27)
e.
Aliran (flows)
Aliran
(flows) merupakan gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit.
Material yang terbawa oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel
tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-kayuan, rating dan lain-lain.
Beberapa
istilah untuk membedakan tipe-tipe aliran yaitu;
1)
Aliran tanah (earth flow)
Aliran
tanah (earth flow) sering terjadi pada tanah-tanah berlampung dan
berlanau sehabis hujan lebat. Keruntuhan disebabkan oleh kenaikan
berangsur-angsur tekanan air berpori dan turunnya kuat geser tanah. Kecepatan
gerakan aliran bervariasi dari lambat sampai tinggi, bergantung pada kemiringan
lereng dan kadar air tanah.
2)
Aliran lumpur/lanau (mud flow)
Aliran
lumpur/lanau (mud flow) dapat tejadi pada daerah dengan kemiringan
antara 5 sampai 150. Aliran lanau sering terjadi pada lempung retak-retak atau
lempung padat yang berada diantara lapisan-lapisan pasir halus yang bertekanan
air pori tinggi. Aliran lanau disebabkan oleh erosi dalam lapisan pasir. Aliran
lanau juga dapat terjadi pada lempung yang mengandung lensa-lensa pasir atau
lanau. Tekanan air pori tinggi dapat berkembang dalam lensa-lensa tersebut saat
hujan lebat, yang berakibat terjadinya aliran lanau, dimana massa tanah
terpecah-pecah menjadi campuran pasir, lanau dan bongkahan lempung.
3)
Aliran debris (debris flow)
Aliran
debris (debris flow) merupakan aliran yang terjadi pada material berbutir
kasar. Kejadian ini sering terjadi pada lereng di daerah kering dimana
tumbuh-tumbuhan sangat jarang atau di daerah lereng yang permukaannya tidak ada
tumbuhannya telah ditebangi. Aliran debris terjadi pada saat hujan lebat atau
anjir yang tiba-tiba yaitu bentuk aliran yang panjang dan sempit. Kecepatan
aliran debris mulai dari rendah sampai sangat tinggi dan biasanya material yang
terbawa menjadi remuk ketika bergerak turun ke bawah lereng. Aliran debris
menyebabkan kerusakan luar biasa dan banyak memakan korban manusia. Frekuensi
terjadinya aliran debris akan bertambah akibat dari perkembangan penduduk,
kerusakan hutan dan praktik-praktik pembukaan lahan yang buruk.
4)
Aliran longsoran (flow slide)
Aliran
longsoran (flow slide) merupakan gerakan material pembentuk lereng
akibat liquefaction pada lapisan pasir halus atau lanau yang tidak padat
dan umumnya terjadi pada daerah lereng bagian bawah. Longsoran ini terjadi
dengan kecepatan mencapi 50 sampai 100m/jam (Andersen dan Bjerrum, 1968 dalam
Hary C Hardiyatmo, 2006:34). Longsoran dengan kecepatan tersebut diakibatkan
oleh adanya kelebihan tekanan air pori yang berkembang saat tanah bergerak
selama longsor juga getaran akibat dari gempa atau sumber getaran lain.
D.
Penyebab terjadinya tanah longsor
Faktor
penyebab terjadinya tanah longsor secara umum ditandai dengan munculnya
retakan-retakan dilerang yang sejajar dengan arah tebing. Tanah longsor
biasanya terjadi setelah hujan, karena banyak muncul mata air baru secara
tiba-tiba, tebing menjadi rapuh, dan banyak kerikil yang mulai berjatuhan.
Disamping faktor penyebab secara umum tersebut, faktor-faktor lainnya yaitu :
1.
Lereng terjal
Lereng
yang terjal terbentuk karena adanya pengikisan air sungai, mata air, air laut,
dan angin. Lereng yang terjal akan memperbesar gaya pendorong, sehingga apabila
sudut lereng tersebut mencapai 180o maka akan sangat rawan terjadi longsor.
2.
Tanah yang Kurang Padat dan Tebal
Jenis
tanah yang kurang padat adalah jenis tanah lempung dan tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 meter. Jenis tanah tersebut memiliki potensi untuk
terjadinta tanah longsor, apabila terjadi hujan. Disamping itu, tanah ini
sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena lembek terkena air dan pecah
akibat terkena panas.
3.
Batuan yang Kurang Kuat
Batuan
yang kurang kuat sangat rentan terhadap tanah longsor, apabila terdapat pada
daerah yang memiliki lereng sangat terjal.
4.
Jenis Tata Lahan
Jenis
tata lahan yang sering terjadi longsor yaitu di daerah persawahan, perladangan,
dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Di daerah persawahan akarnya
kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan
jenuh terhadap air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan di daerah
perladangan, penyebab longsor adalah akar pohon tidak mampu menembus bidang
longsoran yang dalam dan biasanya terjadi di daerah longsoran yang lama.
5.
Getaran
Getaran
diakibatkan karena adanya gempa bumi, gunung meletus, getaran mesin, dan
getaran lalu lintas kendaraan.
6.
Surutnya Muka Air Danau
Akibat
adanya susutan muka air yang sangat cepat di danau, maka dapat menyebabkan gaya
penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringannya 220o sehingga mudah
terjadi longsor dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
7.
Adanya Beban Tambahan
Akibat
adanya beban tambahan, seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan, maka
akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di daerah tikungan
jalan di daerah lembah. Akibatnya aka nada penurunan tanah dan retakan yang
arahnya ke lembah.
8.
Pengikisan (Erosi)
Pengikisan
banyak terjadi di aliran sungai yang menuju tebing dank arena adanya
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, sehingga mengakibatkan tebing
menjadi terjal.
9.
Adanya Material Timbunan Pada Tebing
Dalam
memperluas dan mengembangkan lahan permukiman, umumnya dilakukan pemotongan
tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum menjadi
sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Dengan demikian, apabila
terjadi hujan maka akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan
retakan tanah.
10.
Longsoran Lama
Longsoran
lama pada umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relative terjal atau pada saat dan sesudah terjadi
patahan kulit bumi.
11.
Adanya Bidang Diskontinuitas (Bidang Tidak Sinambung)
Bidang-bidang
yang tidak berkesinambungan tersebut merupakan bidang-bidang lemah dan dapat
berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.
12.
Penggundulan Hutan
Tanah
longsor terjadi akibat adanya penggundulan hutan, karena pengikatan air tanah
sangat kurang.
13.
Daerah Pembuangan Sampah
Penggunaan
lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah yang banyak
dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran air hujan.
E.
Dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor
1.
Dampak Positif :
a. Ketika
terjadi bencana seperti tanah longsor ini bisa meningkatkan kesadaran diri
supaya tidak terjadi lagi penebangan hutan dan memperluas lahan.
b. Meningkatkan
kepedulian terhadap korban bencana dan kepedulian terhadap sesama secara
umumnya.
c. Menjadikan
sikap waspada dan siaga bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan
tehadap tanah longsor.
d. Bisa
menjadikan motivasi dan penelitian oleh para ahli geologi apa yang bisa
menyebabkan tanah longsor terjadi.
2.
Dampak Negatif :
a. Mengakibatkan
rumah-rumah masyarakat yang tinggal di area tanah longsor kehilangan tempat
tinggal.
b. Mengakibatkan
jatuhnya korban jiwa.
c. Memutus
jalur transportasi ketika tanah longsor menimbun jalanan utama.
d. Mengakibatkan
perekonomian tersendat di daerah yang terjadi tanah longsor.
e. Kerugian
bagi Negara karena infrastuktur yang tertimbun oleh tanah longsor
F.
Pemetaan daerah rawan longsor di Indonesia
Data
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sebanyak 275 kabupaten/kota rawan
longsor pada tahun ini. BNPB telah membagikan peta zonasi daerah rawan bencana
kepada pemerintah daerah. Zonasi itu terbagi menjadi tiga, warna hijau potensi
longsor rendah, warna oranye potensi longsor sedang, dan warna merah potensi
longsor tinggi.
Lokasi-lokasi
longsor di Banjarnegara, Purworejo, dan Kebumen, semua di zona oranye dan
merah. Artinya, longsor yang terjadi memang di daerah rawan sedang dan rawan
tinggi longsor. BNPB mencatat 17,2 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan
longsor. Dari jumlah tersebut, 4,3 juta adalah balita dan 3,2 juta lainnya
adalah lansia serta 322 ribu penyandang cacat.
Longsor
jenis bencana paling mematikan selama 2014-2016 berdasarkan pernyataan Ketua
Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Sutopo Purwo Nugroho. Data selama 2016, terdapat 487 kejadian longsor yang
menyebabkan 161 orang tewas, 88 orang luka, 38.092 pengungsi, serta ribuan
rumah rusak. Peristiwa tanah longsor terbesar yang pernah ada terjadi di
banjarnegara, terdapat 300 orang di lokasi kejadian. Korban selamat sebanyak
200 orang, sisanya sekitar 100 orang tertimbun. (Sumber
:http://www.bbc.com/Indonesia).
G.
Usaha-usaha menanggulangi tanah longsor
1.
Strategi penanggulangan bencana longsor sebagai berikut:
a. Mengenali
daerah yang rawan terjadinya tanah longsor. Terutama di sekitar lereng yang
curam.
b. Jangan
Bangun Pemukiman atau fasilitas di daerah yang rawan bencana terutama bencana
tanah longsor
c. Menjaga
Drainase Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghidari
air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng.
Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke
dalam tanah
d. Membuat
terasering dengan sistem drainase yang tepat. drainase pada teras - teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah
e. Penghijauan
dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat. Hal
ini untuk bisa menahan air sehingga bencana tanah longsor bisa di minimalisir.
f. Jika
ingin mendirikan bangunan, gunakan fondasi yang kuat. sehingga akan kokoh saat
terjadi bencana
g. Penutupan
rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.
h. Pembuatan
tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
2.
Upaya yang dapat dilakukan dalm penanggulangan bahaya longsor (Nandi,
2007) adalah
sebagai berikut:
a. Jangan
mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat permukiman
b. Buatlah
terasering
c. Segera
menutup retakan dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah memalui
retakan .
d. Jangan
melakukan penggalian di bawah lereng terjal.
e. Jangan
menebang pohon di lereng.
f. Jangan
membangun rumah di bawah tebing.
g. Jangan
mendirikan permukiman di tepi lereng yag terjal.
h. Jangan
memotong tebing jalan menjadi tegak.
i.
Jangan mendirikan rumah di tepi sungai
yang rawan erosi.
3.
Tindakan-tindakan praktis dalam pengelolaan tanah yang baik dalam menunjang
Usaha Konservasi (A.G Kartasapoetra, 2005: 120-121)
a. Berdaya
upaya agar permukaan tanah tetap tertutupi tanaman-tanaman pelindungnya
sehingga kandungan bahan organiknya dapat dipertahankan atau tidak terangkut
bersama aliran air permukaan (run off).
b. Segala
tindakan atau perlakuan dalam melakukan pengelolaan tanah (seperti membajak,
menggaru, menyiapkan bedengan pembibitan, membuat larikan-larikan bagi
pertanaman) harus sejajar dengan garis kontur , searah dengan garis itu atau
menyilang lahan, jadi hendaknya jagan sampai mengikuti arah lereng dari atas ke
bawah.
c. Menanami
lahan yang mempunyai kemiringan dengan cara/sistem kontur ganti berganti dengan
cara strip cropping, dengan cara demikian akan dapat dipertahankan dengan baik.
d. Dalam
menghadapi tanah yang mempunyai kemiringan, hendaknya tanah-tanah yang demikian
dibantu dengan pembuatan sengkedan-sengkedan (terassering) karena pembuatan
teras-teras sangat membantu mengurangi lajunya run off dan aliran
permukaan yang lamban sangat kurang daya kemampuannya untuk memindahkan atau
menghanyutkan lapisan top soil.
e. Mencegah
timbulnya alur-alur pada permukaan tanah yaitu dengan pembuatan chek dam,
menanami permukaan tanah dengan tanaman-tanaman penutup yang dapat tumbuh rapat
dan tindakan-tindakannya seperti sheet erosion dan gully erosion.
H.
Mitigasi bencana tanah longsor
1.
Urgensi Pendidikan Mitigasi Bencana
NKRI
sebagai negara dengan tingkat kerentanan dan frekuensi yang tinggi terjadinya bencana,
dengan luas wilayah yang luas, lautan maupun daratan dan penduduk terbesar
keempat di dunia setelah RRT, India, dan Amerika Serikat. Potensi ancaman
bencana alam di
lndonesia
mulai dari tsunami, tanah longsor, badai siklon, banjir, tetapi juga kekeringan
yang berakibat pada kebakaran hutan ketika ada fenomena El Nino. Kondisi yang
ada di masyarakat kita masih banyak yang belum tersentuh pemahaman tentang
mitigasi bencana. Sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Secara
substansi adalah usaha menciptakan masyarakat yang sadar dan tanggap bencana
dengan melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Arti penting
pendidikan mitigasi bencana dapat dilakukan secara formal melalui jalur
pendidikan sesuai ketentuan pemerintah. Contohnya: melalui desain kurikulum
sekolah, implementasi sederhananya bisa seperti melalui poster-poster dan
slogan maupun dengan media lain yang mendukung. Secara informal dapat melalui
lembaga-lembaga kemasyarakatan, forum temu warga ataupun kelompok- kelompok
komunitas yang difasilitasi instansi terkait (BNPB) sebagai pembina ataupun
komunikator masalah kebencanaan.
2.
Tahap Mitigasi Bencana Tanah longsor (Nandi, 2007)
a.
Pemetaan
Menyajikan
informasi visual tentang kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah,
sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah/kota dan provinsi sebagai
data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
b.
Penyelidikan
Mempelajari
penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam
perncanaan penanggulangan bencana dan rencana penggembangan wilayah.
c.
Pemeriksaan
Melakukan
penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui
penyebab dan cara penanggulangannya.
d.
Pemantauan
Pemantauan
dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan
jasa agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat
yang bertempat tinggat di daerah tersebut.
e.
Sosialisasi
Memberikan
pemahaman kepada pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota atau masyarakat umum,
tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditibulkannya. Sosialisasi
dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengirimkan poster, booklet dan
leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat
pemerintah.
f.
Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan
mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara
penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
BAB III KESIMPULAN
Gerakan
massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor
(landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan di daerah tropis basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh
gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang getaran atau gempa juga menyokong
terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat
adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan batas
bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).
Longsor
terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak
kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat (mengandung
kadar tanah liat) seteluh jenuh air akan bertindak sebagai peluncur lonsoran
akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan berikut: adanya lereng yang cukup curam
sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur kebawah. adanya lapisan
dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang akan menjadi
bidang luncur dan adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah
tepat diatas kedap air tersebut menjadi jenuh. Karakteristik gerakan massa
pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam antara lain : jatuhan (falls),
Robohan (topples), longsoran (slides), sebaran (spreads),
aliran (flows).
Data
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sebanyak 275 kabupaten/kota rawan
longsor pada tahun ini. BNPB telah membagikan peta zonasi daerah rawan bencana
kepada pemerintah daerah. Zonasi itu terbagi menjadi tiga, warna hijau potensi
longsor rendah, warna oranye potensi longsor sedang, dan warna merah potensi
longsor tinggi. Oleh karena itu perlu adanya mitigasi bencana longsor melihat
kondisi Indonesia yang rawan longsor maka tahap Mitigasi Bencana Tanah longsor
yang dapat dilakukan (Nandi, 2007) meliputi: pemetaan, penyelidikan,
pemeriksaan, pemantauan, sosialisasi, dan pemeriksaan bencana longsor.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbott,
Patrick L. 2014. Natural Disaster: Ninth Edition. San Diego: McGraw-Hill
International Edition.
Hardiyatmo,
Harry Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press.
Kartasapoetra.
2005. Teknologi Konservasi Tanah & Air. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nandi.
2007. Longsor. Bandung: FPIPS-UPI.
Noor,
Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Supirin.
2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
BPBD.
2017. Strategi dan Upaya Penanggulangan Bencana Tanah Longsor. Diakses
melalui http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/ pada tanggal 22 Februari
2017.
BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 2017. Peta Indeks Risiko Bencana
Gerakan Tanah. Diakses melalui http://geospasial.bnpb.go.id/ pada tanggal
11 Maret 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.