BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan dari perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan
keturunan yang sah dan bersih nasabnya, yang dihasilkan dengan cara yang wajar
dari pasangan suami istri.
Namun tidak semua pasangan suami istri bisa mempunyai keturunan sebagaimana
yang diharapkan karena ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang istri tidak
dapat mengandung, baik yang datang dari pihak suami maupun istri itu sendiri.
Akan tetapi pada zaman sekarang ini para ilmuan telah menemukan suatu cara
untuk medapatkan keturunan dari pasangan suami istri yang mengalami mandul,
yaitu dengan menggunakan teknologi bayi tabung. Dan yang menjadi masalah pada
teknologi bayi tabung ini adalah apakah Islam membolehkan teknologi bayi tabung
ini atau tidak, jika dibolehkan apa alasannya dan begitu juga sebaliknya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada pembahasan ini adalah bisa mengetahui apa yang
dimaksud dengan bayi tabung, dan apa hukum menggunakan bayi tabung dalam
pandangan hukum Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bayi Tabung
In vitro vertilization (IVF) atau yang lebih dikenal dengan sebutan bayi
tabung adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita. In
vitro adalah bahasa latin yang berarti dalam gelas atau tabung gelas, dan
vertilization berasal dari bahasa Inggris yang artinya pembuahan, sehingga
dikenal dengan sebutan bayi tabung. Dan pengertian bayi tabung menurut M.Ali Hasan dalam bukunya yang berjudul
Masail Fiqhiyah Al-Haditsah adalah bayi yang didapatkan melalui proses
pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara
alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
Adapun ilmuan yang menemukan teknologi bayi tabung ini adalah Robert
Geoffrey Edwards, ia memberikan celah kepada pasangan yang menemui jalan buntu
untuk mempunyai keturunan. Teknik bayi tabung atau in vitro fertilization
(IVF) yang dikembangkannya membantu jutaan anak lahir dan menghadirkan senyum
orang tua, sekaligus mendatangkan kontroversi dengan kelompok religius.
Sekitar 10 % pasangan di dunia mengalami ketidak
suburan (infertilitas). Penyebab infertilitas, antara lain, gangguan pada
sperma, sumbatan saluran telur, endometriosis, gangguan perkembangan sel telur,
dan sebab yang tak dapat dijelaskan. Jika penanganan gangguan reproduksi tak
berhasil, program bayi tabung menjadi harapan.
Lewat program bayi tabung, pembuahan sel telur
dilakukan di luar tubuh. Sel telur diambil dari indung telur dan dibuahi dengan
sperma yang sudah disiapkan di laboratorium. Embrio yang telah terbentuk
(stadium 4-8 sel) lalu ditanamkan kembali ke rahim ibu, biasanya 2-3 embrio
guna memperbesar peluang kehamilan. Embrio itu diharapkan tumbuh sebagaimana
layaknya pembuahan alamiah.
Sejak awal 1950-an, Edwards telah membayangkan
betapa teknik pembuahan di luar tubuh mampu membantu pasangan mengatasi masalah
infertilitas. Penelitian oleh ilmuwan lain sebelumnya berhasil menunjukkan sel
telur dari kelinci dapat dibuahi di cawan petri dengan menambahkan sperma.
Edwards memutuskan menginvestigasi kemungkinan cara
serupa diterapkan kepada manusia. Hasilnya, tidak terlalu memuaskan lantaran
sel telur manusia mempunyai siklus hidup berbeda dibandingkan kelinci.
Tak berputus asa, dalam rangkaian percobaan ilmiah
dan setelah berganti beberapa rekan kerja, Edwards menghasilkan sejumlah
penemuan fundamental. Dia mengklarifikasi proses pematangan sel telur,
perbedaan hormon yang memengaruhi pematangan sel telur, dan waktu terbaik
pembuahan oleh sperma. Dia juga berhasil menentukan kondisi terbaik pengaktifan
sperma guna membuahi sel telur.
Tahun 1969 termasuk bersejarah bagi Edwards. Untuk
pertama kalinya, sebuah sel telur manusia dibuahi di cawan laboratorium. Namun,
sel telur yang dibuahi itu tak berkembang sesuai yang diinginkan. Saat itulah
dia berkesimpulan, hasil akan lebih baik jika sel telur telah matang di dalam
ovarium terlebih dahulu, sebelum dipindahkan ke luar untuk dibuahi.
Lompatan maju riset Edwards terutama dicapai
setelah bekerja sama dengan ginekolog Patrick Steptoe yang saat itu tengah
mengembangkan teknik laparoskopi (teknik operasi dengan sayatan kecil) yang
memungkinkan pengamatan terhadap ovarium lewat instrumen optik.
Steptoe menggunakan laparoskopi untuk memindahkan
sel telur dari indung telur dan Edwards melakukan kultur sel serta menambahkan
sperma. Hasilnya, sel telur dapat membelah beberapa kali dan membentuk embrio
awal (ukuran 8 sel).
Keajaiban yang dihadirkan dunia kedokteran itu
terjadi pada 1978 setelah sekitar 100 percobaan gagal yang berujung pada
kehamilan singkat. Saat itulah pasangan Lesley dan John Brown datang kepada
Edwards setelah gagal mendapatkan keturunan selama sembilan tahun.
Teknik IVF yang lebih disempurnakan lalu digunakan
terhadap pasangan itu. Setelah embrio berukuran delapan sel dikembalikan ke
rahim Lesley Brown, lahirlah bayi sehat Louise Brown dengan operasi caesar pada
25 Juli 1978.
Teknik IVF telah berpindah dari visi menjadi
realitas. Edwards dan Steptoe lalu mendirikan Bourn Hall Clinic di Cambridge,
pusat terapi IVF pertama di dunia. Selanjutnya, Edwards dan rekan kerjanya
menyempurnakan IVF, lalu menyebarkannya ke seluruh dunia.
Sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran
dan biologi yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat,
sehingga kalau teknologi bayi tabung ini ditangani oleh orang-orang yang kurang
beriman dan bertakwa, dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia, bisa merusak
nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa, serta akibat-akibat yang negatif
lainnya yang tidak terbayangkan. Sebab apa yang bisa dihasilkan dengan
teknologi, belum tentu bisa diterima dengan baik oleh agama, etika, dan hukum
yang hidup di masyarakat. Hal ini terbukti dengan timbulnya kasus bayi tabung
di Amerika Serikat, dimana ibu titipannya bernama Mary Beth Whitehead di meja
hijaukan, karena tidak mau menyerahkan bayinya kepada keluarga William Stern
sesuai dengan kontrak, akhirnya mahkamah agung memutuskan, keluarga Mary harus
menyerahkan bayi tabungnya kepada keluarga William sesuai dengan kontrak yang
dianggap sah menurut hukum disana.
Ada beberapa teknik penghamilan buatan yang telah dikembangkan di dunia
kedokteran, antara lain :
a. Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan
ovum istri, lalu
ditransfer
ke rahim istri.
b. Gamet
Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri,
setelah
dicampur dan terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba
pallopi).
Banyak orang sebenarnya memiliki sperma atau ovum yang cukup subur, tetapi
justru tidak dapat membuahi atau di buahi, karena ada kelainan pada alat
kelaminnya (alat reproduksinya). Misalnya seorang wanita yang tersumbat saluran
sel-sel telurnya, dan proses evolusinya tidak normal atau gerakan sperma
laki-laki tidak dapat menjangakau (mati sebelum bertemu dengan ovum wanita),
maka tidak akan terjadi pertemuan (percampuran) antara dua sel ketika melakukan
coitus (senggama).
Dan jika kasus ini terjadi maka dokter ahli dapat mengupayakan dengan
mengambil sel telur wanita dan dipadukan dengan sel sperma laki-laki. Perpaduan
kedua sel tersebut lalu disimpan dalam cawan pembiakan selama beberapa hari,
dan inilah yang disebut dengan bayi tabung, yaitu jabang bayi yang akan
diletakkan ke dalam rahim seorang ibu dengan cara menggunakan alat seperti
suntikan.
B. Bayi Tabung Dari
Pasangan Suami Isteri yang Sah
Dalam kehidupan modern ini ada kemungkinan seorang istri itu hamil bukan
melalui hubungan kelamin, tetapi melalui cara suntikan dan operasi, sehingga
benih laki-laki itu ditempatkan ke dalam rahim istri sehingga dia menjadi
hamil.
Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan diluar rahim, perlu
disediakan ovum (sel telur) dan sperma. Ovum di ambil dari tuba fallopi
(kandung telur) seorang istri dan sperma di ambil dari ejakulasi seorang suami.
Sperma tersebut di periksa terlebih dahulu apakah mengandung benih yang
memenuhi persyaratan atau tidak. Begitu juga dengan sel telur seorang istri,
dokter berusaha menentukan dengan tepat saat ovulasi (bebasnya sel telur dari
kandung telur), dan memeriksa apakah terdapat sel telur yang masak atau tidak
pada saat ovulasi tersebut. Apabila pada saat ovulasi terdapat sel-sel yang benar-benar masak, maka sel telur itu dihisap
dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut. Sel telur itu kemudian
di letakkan di dalam sebuah tabung kimia, dan agar telur tetap dalam keadaan
hidup, sel telur tersebut disimpan di laboratorium yang diberi suhu menyamai
panas badan seorang wanita.
Kedua sel kelamin tersebut (sel telur dan sperma) dibiarkan bercampur dalam
tabung sehingga terjadilah fertilasi. Zygota yang dihasilkan berkembang dalam
medium yang terdapat dalam tabung reaksi, sehingga menjadi morulla. Morulla
yang terbentuk melalui teknik embrio ditransfer ke rahim seorang istri,
sehingga ia menjadi hamil.
Adapun proses bayi tabung melalui sperma suami yang sah, baik dengan cara
mengambil sperma suami lalu di suntikkan kedalam rahim atau uterus istri,
maupun dengan pembuahan yang dilakukan di luar rahim, maka hal ini dibolehkan
asal keadaan suami dan istri tersebut benar-benar membutuhkan untuk memperoleh
keturunan, dan hal ini disepakati oleh para ulama.
C. Bayi Tabung Dengan
Donor Sperma
Bayi tabung dengan donor sperma adalah proses pembuatan bayi tabung yang
dilakukan oleh seorang perempuan dengan menggunakan sperma orang lain yang
bukan suaminya secara sah menurut Islam.
Masalah bayi tabung ini telah banyak dibicarakan di kalangan Islam dan di
luar Islam, baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Misalnya
majelis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya tahun 1980, yaitu mengharamkan
bayi tabung dengan donor sperma. Lembaga Fiqih Islam OKI (Organisasi Konferensi
Islam) mengadakan sidang di Amman pada tahun 1986 untuk membahas beberapa
teknik bayi tabung, dan mengharamkan bayi tabung dengan sperma dan ovum donor.
Proses bayi tabung dengan menggunakan donor sperma dan ovum ini lebih
banyak mendatangkan mudharat dari pada maslahah. Adapun mudharatnya antara lain
adalah :
a. Terjadinya percampuran nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian
atau kehormatan
kelamin
dan kemurnian nasab, karena nasab itu ada kaitannya dengan kemahraman dan
warisan.
b. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
c. Pembuahan dengan cara donor sperma ini sama dengan prostitusi,
karena terjadi
percampuran
sperma pria dan ovum wanita tanpa pekawinan yang sah.
d. Kehadiran
anak hasil bayi tabung dengan donor sperma bisa menjadi sumber konflik dalam
rumah
tangga.
D. Bayi Tabung Dengan
Rahim Yang Di Sewa
Masalah sewa rahim ini sebenarnya telah dibahas dalam sebuah seminar yang
diadakan oleh organisasi Islam untuk ilmu-ilmu kedokteran di Kuwait, yang di
ikuti oleh para ahli fiqih dan para pakar dari bidang kedokteran. Setelah
membahas dan mempelajari masalah tersebut, mereka sepakat untuk mengeluarkan
fatwa, yakni suami dan istri atau salah satu dari keduanya dianjurkan untuk
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan, demi membantu mereka dalam mewujudkan
kelahiran anak. Namun disyaratkan spermanya harus milik suami dan sel telurnya
harus milik istri, tidak ada pihak ketiga diantara mereka.
Jika sperma berasal dari laki-laki lain baik diketahui maupun tidak, maka
ini diharamkan. Begitu pula jika sel telur berasal dari wanita lain, atau sel
telur milik istri, tetapi rahimnya milik wanita lain maka inipun tidak
diperbolehkan. Cara ini tidak diperbolehkan karena akan menimbulkan sebuah
pertanyaan yang membingungkan, “Siapakah ibu dari bayi tersebut, apakah
perempuan pemilik sel telur yang membawa karakteristik keturunan, atau
perempuan yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan
melahirkan?”
Para ahli fiqih sendiri berbeda pendapat jika seandainya hal ini terjadi,
maka di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ibu bayi tersebut adalah
perempuan pemilik sel telur, dan ada juga yang berpendapat bahwa ibunya adalah
perempuan yang mengandung dan melahirkannya, dan pendapat ini memakai dalil
yaitu firman Allah S.W.T sebagai berikut :
Artinya:
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.
Jadi, semua ahli fiqih tidak membolehkan penyewaan rahim dalam berbagai
bentuknya. Jika ada sebagian wanita yang mendapat cobaan dari Allah dengan
tidak bisa menghasilkan sel telur, maka mereka seperti halnya para wanita yang
tidak memiliki rahim. Demikian pula dengan laki-laki yang di beri cobaan oleh
Allah dengan tidak bisa menghasilkan sperma atau menghasilkan tetapi mati atau
menyerupai mati, dan ini merupakan cobaan dari Allah yaitu berupa kemandulan,
sebagaimana dalam firman Allah S.W.T di dalam Al-Qura’an yaitu:
Artinya:
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki
dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia
menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang
dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Asy-Syuura: 49-50)
Jadi, ada sebagian orang atas kehendak Allah terlahir dalam keadaan mandul.
Kehendak-Nya ini tidak bisa ditolak dan tidak bisa di obati, yang bisa
dilakukan oleh mereka hanya bersabar dan ridha terhadap ketetapan-Nya. Dalam
kondisi seperti ini, mereka bisa menunaikan kewajiban sebagai seorang ibu dan
ayah di panti-panti asuhan atau tempat pemeliharaan anak hilang. Apalagi
melakukan hal seperti ini akan mendapatkan pahala yang melimpah dari Allah
S.W.T.
E. Pandangan Islam
Terhadap Teknologi Bayi Tabung
Ilmu pengetahuan modern selalu membawa dampak positif bagi tumbuh
kembangnya nilai-nilai kemanusiaan, tetapi tidak boleh melupakan sisi
negatifnya. Disinilah peran agama untuk membatasi dampak negatif perkembangan
teknologi. Seperti fenomena bayi tabung yang di proses melalui inseminasi
buatan. Di satu sisi proses itu dapat menolong suami-istri yang mandul, dilain
pihak bisa diselewengkan.
Pada zaman Imam-imam Mazhab, masalah bayi tabung tentu saja belum muncul
sehingga tidak ditemukan fatwa mereka. Tetapi, kalau mengkaji masalah ini dari
segi hukum Islam, seseorang harus menggunakan metode ijtihad agar sesuai dengan
prinsip dan jiwa Al-Qur'an dan sunah. Untuk itu diperlukan informasi yang cukup
tentang teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari para ahli ilmu kedokteran
maupun biologi.
Sebenarnya wajar saja apabila pasangan suami istri yang mandul berusaha
dengan segala daya upaya serta kemampuannya yang ada, agar dapat memperoleh
anak, mengingat begitu pentingnya anak, baik bagi kesenangan duniawi maupun
sebagai salah satu simpanan untuk hari akhirat kelak.
Berkat kemajuan teknologi yang canggih, khususnya di bidang kedokteran,
maka telah ditemukan cara penghamilan buatan dan bayi tabung, yang dilakukan
secara ilmiah dan mudah dilaksanakan sebagai salah satu alternatif bagi
pasangan yang mandul.
Sebelum sampai kepada pembahasan pandangan Islam terhadap pelaksanaan bayi
tabung ini, maka ada baiknya di kemukakan contoh-contoh yang terjadi dalam
masyarakat.
Disini terdapat beberapa kasus yang dikemukakan oleh Nurul Kawakib dalam
tabloid Salam terbitan november 1998 :
a. Kasus yang pertama.
Perempuan A ingin punya anak, tetapi karena ada kelainan pada saluran
telurnya, maka dia tidak dapat mengandung. Perempuan A itu pergi bersama
suaminya kepada seorang dokter untuk minta bantuan, supaya dia mendapatkan
anak. Dokter menempuh jalan dengan cara pembuahan di luar rahim. Setelah
terjadi pembuahan, benih itu dimasukkan kedalam rahimnya dan ternyata dia hamil
dan kemudian melahirkan.
b. Kasus yang kedua.
Perempuan B berharap menjadi ibu rumah tangga dan punya anak, tetapi dia
merasa repot karena mengandung dan takut merasakan kesakitan pada saat
melahirkan. Jalan yang ditempuhnya adalah, menitipkan benih yang sudah jadi
(bayi tabung) kepada perempuan lain (ibu pinjaman). Akhirnya ibu pinjaman
mengandung dan melahirkan. Kemudian bayi yang lahir diserahkan kepada perempuan
B.
c. Kasus yang ketiga.
Perempuan C kawin dengan seseorang, sesudah beberapa tahun kawin, ternyata
tidak dikaruniakan anak, karena suaminya mandul. Sesudah ada kata sepakat
dengan suaminya, Perempuan C memperoleh bantuan dari seorang donor, dengan cara
bayi tabung.
d. Kasus yang keempat.
Perempuan D ingin mempunyai anak dari darah dagingnya sendiri padahal dia
belum menikah dan tidak ingin menikah. Maka dia
menggunakan sperma donor dengan memakai teknik bayi tabung dan
keinginannya tercapai dalam keadaan masih belum bersuami.
e. Kasus kelima.
Perempuan E hidupnya sangat susah dan suaminya sakit dan harapan untuk
sembuh tidak mungkin lagi. Sebelum suaminya meninggal, dia meminta suaminya itu
mewariskan spermanya untuk diwariskan dengan tujuan ingin menggunakan sperma
itu untuk membuat dia hamil. Sperma itu disimpan dengan baik, supaya tetap
normal. Kemudian sperma itu disuntikkan kedalam rahimnya, ternyata dia bisa
hamil dan melahirkan setelah beberapa tahun sepeninggal suaminya.
Dan kasus-kasus diatas mungkin pernah terjadi di Indonesia, walaupun tidak
semuanya yang pernah terjadi. Dan kasus pertama dapat dibenarkan oleh Islam
karena sperma dan ovum dari proses bayi tabung itu berasal dari pasangan suami
yang sah menurut Islam. Sedangkan kasus kedua sampai kasus kelima itu tidak
dibenarkan dalam Islam.
Bayi tabung dari segi hukum Islam harus dikaji dengan memakai metode
ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad. Ulama yang melaksanakan
ijtihad tentang masalah ini tentu memerlukan informasi yang cukup tentang
teknik dan proses terjadinya bayi tabung dari cendikiawan Muslim yang ahli
dalam bidang studi yang relevan dengan masalah ini, misalnya ahli kedokteran
dan ahli biologi. Dengan pengkajian secara multidisipliner ini, dapat ditemukan
hukumnya yang proporsional dan mendasar.
Bayi tabung atau inseminasi buatan itu apabila dilakukan dengan sel sperma
dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim
wanita lain maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami,
kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara
pembuahan yang dilakukan di luar rahim kemudian buahnya ditanam di dalam rahim
istri, dengan syarat kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara pembuahan atau penghamilan buatan untuk memperoleh anak, dan
hal ini di sebabkan karena apabila dengan cara pembuahan alami suami istri
tersebut tidak berhasil memperoleh anak.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqih Islam:
Artinya:
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam
keadaan terpaksa (emergency). Padahal keadaan darurat itu membolehkan melakukan
hal-hal yang terlarang.
Sedangkan, proses bayi tabung yang dilakukan dengan bantuan donor sperma
dan ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina (prostitusi), karena
substansi hukum itu terletak pada kata nikah, sehingga jika ada sel sperma seorang
laki-laki yang bercampur dengan sel ovum perempuan lain tanpa adanya hubungan
pernikahan, maka hukumnya sama dengan zina. Jadi sebenarnya konsep zina itu
berkaitan dengan pernikahan yang sah. Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil
pembuahan tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang
melahirkannya.
Dan adapun dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk
mengharamkan pembuahan dengan donor sperma atau ovum ini ialah Q.S: Al-Isra,
ayat 70:
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah kami ciptakan. (Q.S: Al-Isra ayat 70)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk
yang mempunyai kelebihan dan keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk
Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah
seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati
martabat sesama manusia. Sebaliknya proses bayi tabung dengan menggunakan donor
sperma itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia (human dignity).
Dan dalil dari hadits Nabi yang mengharamkan proses bayi tabung ini dengan
bantuan donor sperma adalah :
Artinya:
Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (rahim istri orang lain).
H.R. Abu Daud, Al-Tirmidzi dan Hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban.
Dan berdasarkan kaidah hukum fiqih Islam yang bisa dipakai dalam masalah
pelarangan donor sperma atau ovum ini adalah:
Artinya:
Menghindari Mudharat (bahaya) harus didahulukan atas mencari atau menarik
maslahah (kebaikan).
Jadi, bayi tabung dengan donor sperma dan ovum itu lebih banyak
mendatangkan mudharat dari pada maslahahnya. Maslahahnya adalah bisa membantu
pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan
alami pada suami atau istri yang menghalangi sel sperma dengan sel telur.
Misalnya karena saluran telurnya terlalu sempit atau ejakulasinya terlalu
lemah.
Namun mudharat dari donor sperma dan ovum pada bayi tabung ini akan
berpengaruh negatif terhadap kejiwaan orang yang bersangkutan, yaitu
:
a.Bagi suami yang sah, kehadiran anak itu akan mengganggu pikirannya. Suami
dari istri
yang
melakukan bayi tabung itu akan merasa lemah dan kerdil, jika anak tersebut
dapat
tumbuh
dan berparas cantik, sebab dia tidak dapat membohongi dirinya sendiri, bahwa
anak
itu bukanlah anak dari darah dagingnya sendiri.
b.Bagi istri yang telah menimang seorang bayi mungil, pada umumnya akan
semakin
mencintai
suaminya, karena telah memberinya anak yang sangat di dambakan oleh setiap
perempuan.
Akan tetapi masalahnya adalah anak tersebut adalah anak hasil pembuahan
buatan
yang bukan berasal dari suaminya, akan tetapi dari sperma orang lain yang ia
donorkan.
c.Bagi anak hasil dari bayi tabung itu, secara naluri secara cepat atau
lambat akan merasakan
ada
ketidakberesan pada dirinya, dan jika ia mengetahuinya maka ia akan mengalami
kegoncangan
jiwa yang lebih hebat dari yang di alami oleh anak pungut.
d.Kehadiran anak hasil bayi tabung dengan bantuan donor sperma bisa menjadi
sumber
konflik,
karena anak ini bisa menjadi sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan
sifat,
fisik
dan karakternya dengan bapak atau ibunya.
e. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami (natural),
terutama bagi bayi
tabung
lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri
yang
punya benihnya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya
menyatakan bahwa:
a.Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan
suami-istri yang sah hukumnya mubah
(boleh). Sebab, ini termasuk
ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
b. Teknologi bayi tabung dari pasangan
suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain,
Itu hukumnya haram. Para ulama
menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan
masalah yang rumit dalam
kaitannya dengan warisan.
c. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari
suami yang telah meninggal dunia itupun
hukumnya haram. "Sebab, hal
ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam
kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam hal kewarisan.
d. Proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya
berasal dari pasangan suami-istri yang tidak
sah, MUI secara tegas menyatakan
hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya
sama dengan hubungan kelamin
antar lawan jenis di luar penikahan yang sah alias
zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah
menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang,
Yogyakarta pada tahun 1981. Ada tiga keputusan yang
ditetapkan ulama NU terkait
masalah bayi tabung diantaranya adalah:
a. Apabila mani yang
ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani
suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada
sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah S.A.W bersabda:
"Tidak ada dosa yang lebih
besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang
lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak
halal baginya."
b. Apabila sperma yang
ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak
muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan
dengan cara yang tidak dilarang oleh syara'.
Terkait mani yang dikeluarkan
secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar
II/113:
"Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang."
"Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang."
c. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan
cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri
sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Meski tak secara khusus membahas
bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa
terkait boleh tidak nya menitipkan sperma suami-istri di rahim istri kedua.
Dalam fatwanya, majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan, berdasarkan ijitihad
jama'i yang dilakukan para ahli fiqih dari berbagai pelosok dunia Islam,
termasuk dari Indonesia yang diwakili Muhammadiyah, hukum inseminasi buatan
seperti itu termasuk yang dilarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses bayi tabung dengan sel sperma dan ovum dari suami istri
sendiri dan tidak di
transfer
embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan) maka diperbolehkan dalam
Islam,
jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya.
2. Proses bayi tabung dengan sperma atau ovum donor diharamkan dalam
Islam, hukumnya
sama
dengan zina dan anak yang lahir dari hasil bayi tabung ini statusnya sama
dengan
anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah.
B. Saran
Adapun rekomendasi pada pembahasan ini adalah pemerintah hendaknya hanya
mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel sperma dan ovum
suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer ke dalam rahim wanita lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Mahjudin, Masail Fiqhiyah - Berbagai Kasus yang di Hadapi Hukum Islam
Masa Kini, Jakarta: Kalam Mulia, 2003.
Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah - Kapita Selekta Hukum Islam,
Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997.
M.Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah - Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual - Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer,
Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer - Jilid 3, Jakarta: Gema
Insani Press, 2002.
M.Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah - Pada
Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1998, h. 70.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah - Kapita Selekta Hukum
Islam, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1997, h. 20.
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah - Berbagai Kasus Yang di
Hadapi Hukum Islam Masa Kini, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h. 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.