BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Politik
merupakan salah satu unsur pendukung dalam mencapai tujuan negara, politik
selalu berkaitan dengan segala urusan tentang kenegaraan dalam mencapai tujuan
negara serta cara-cara yang harus dilakukan untuk tujuan tersebut. Sehingga
politik merupakan suatu hal mutlak yang harus ada dalam sebuah negara karena
dengan politik kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan sistem ketatanegaraan
pada sebuah negara dapat berjalan dengan baik.
Mengingat
betapa pentingnya peran politik bagi sebuah negara, maka penting juga bagi kita
untuk memahami apa itu politik dan apa konsep politik yang ada di negara kita,
karena dengan begitu kita akan semakin menyadari peran penting politik. Namun
sebelum itu kita juga harus mengetahui bagaimana suatu negara itu lahir, apa
yang menyebabkan kemunculannya dan bagaimana negara itu harus berkembang. Politik
dan negara adalah dua hal yang selalu berkaitan satu sama lain, dan merupakan
satu kesatuan perangkat kerja. Politik tidak bisa dijalankan tanpa kehadiran
negara, dan begitu juga negara tidak bisa berjalan dengan baik tanpa peran
politik.
1.2.
Perumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Politik ?
2.
Bagaimana konsep-konsep tentang politik
?
3.
Apa saja Terori-teori tentang negara ?
1.2. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas Makalah
Pengantar Ilmu Politik Pada Fakultas Fisipol Universitas Ratu Samban Bengkulu
Utara tahun 2020.
2.
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
terkait politik.
3.
Untuk menambah pemahaman akan konsep politik.
4.
Untuk mengetahui teori-teori tentang
negara.
1.1. Batasan Masalah
Untuk
menghindari perluasan masalah yang dikarenakan ruang lingkup atau objek
penelitian yang meluas, serta agar mudah untuk dipahami, maka penulis melakukan
pembatasan masalah agar pembahasan lebih terarah, fokus pada sasaran yang berkaitan dengan : Pengertian Politik,
Konsep Politik dan Teori-teori tentang Negara.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Politik
Politik
adalah usaha menggapai kehidupan yang baik, di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi. Orang Yunani
Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya
sebagai en dam
onia atau the good life. Mengapa politik dalam arti ini begitu
penting ? Karena sejak dahulu kala masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan
baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber daya alam, atau
perlu dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia
dan puas, ini adalah politik.
Bagaimana
caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang bertentangan
dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa tujuan itu
hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (negara atau
sistem politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan
yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya yang ada.
Dengan
demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power) pengambilan
keputusan (decision making),
kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution). Politik
adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan harta (Politics at its worst is a selfish grab for power, glory and riches).
2.2. Konsep-Konsep
Politik
1.
Teori Politik
Konsep
politik lahir dalam pikiran (mind) manusia dan bersifat abstrak. Konsep
digunakan dalam menyusun generalisasi abstrak mengenai beberapa phenomena, yang
disebut sebagai teori. Berdasarkan pengertiannya, teori politik bisa diakatakan
sebagai bahasan dan generalisasi dari phenomena yang bersifat politik.
Menurut
Thomas P. Jenkin dalam The Study of
Political Theory, teori politik dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Norms for political behavior,
yaitu teori-teori yang mempunyai dasar moril dan norma-norma politik. Teori ini
dinamakan valuational (mengandung
nilai). Yang termasuk golongan antara lain filsafat politk, teori politik
sistematis, ideologi, dan sebagainya.
2) Teori-teori
politik yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politk dengan
tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai (non valuational), atau biasa
dipakai istilah “value free” (bebas nilai). Biasanya bersifat deskriptif dan
berusaha membahas fakta-fakta politk sedemikian rupa sehingga dapat
disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi.
Teori-teori
kelompok dibagi menjadi tiga golongan :
1) Filsafat politik (political
philosophy), yaitu mencari penjelasan berdasarkan ratio. Pokok pikiran dari
filsafat politik ialah persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta harus
dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari
dapat ditanggulangi.
2) Teori politik sistematis (systematic
political theory), yaitu mendasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah
lazim diterima pada masanya. Dengan kata lain teori ini hanya mencoba
merealisasikan norma-norma dalam suatu program politk.
3) Ideologi politik (political
ideology), yaitu himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan,
yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan
sikapnya terhadap kejadian dan problema politik yang dihadapinya dan yang
menentukan tingkah lakunya.
2.
Masyarakat
Masyarakat
adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau
semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi yang terjadi adalah antar
individu -individu dalam satu kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah
masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas.
Masyarakat adalah sebuah yang interdependen (saling ketergantungan). Umumnya,
istilah masyarakat digunakan untuk mengacu pada sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat
sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam mata pencaharian. Pakar
ilmu sosial mengindetifikasikan berbagai mata pencarian masyarakat, yaitu :
masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocok tanam,
masyarakat agrikultural intensif yang disebut juga masyarakat peradaban.
Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca industri sebagai
kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikulutural tradisional.
Sebagaimana
telah dijelaskan dalam pengertian tentang masyarakat, maka cirri-ciri
masyarakat itu sendiri adalah :
1) Kesatuan
antar individu.
2) Menempati
suatu wilayah tertentu.
3) Terdapat
sistem yang berlaku dan telah disepakati bersama.
4) Terdapat
interaksi antar sesama.
Stratifikasi
dalam Masyarakat.
Dalam
mengetahui defenisi stratifikasi sosial, perlu diambil beberapa pendapat pakar
sosiolog. Menurut, Soerjono Soekanto stratifikasi adalah suatu jenis
diferensiasi sosial yang terkait dengan pengertian akan adanya jenjang secara
bertingkat. Jenjang secara bertingkat tersebut akan menghasilkan strata
tertentu, dan kedalam strata itulah masyarakat dimasukkan.
Menurut
Hewitt dan Mitchell menyatakan bahwa stratifikasi sosial adalah tingkat
perbedaan individu dalam masyarakat yang mana dalam sistem sosial tertentu
sebagai superior maupun inperior. Sedangkan, menurut Marx Webber mengatakan
bahwa stratifikasi sosial merupakan cerminan dari organisasi sosial suatu
masyrakat. Kesimpulannya stratifikasi sosial adalah cara pembedaan masyarakat
berdasarkan jenjang atau strata tertentu yang bertingkat tingkat, dari
mulai strata inferior sampai dengan strata superior. Menurut Webber pembedaan
masyarakat secara bertingkat tersebut dikarenakan tiga hal, yaitu :
1) Dimensi
Ekonomi
Tingkat
kesejahteraan ekonomi masyarakat berbeda-beda. Dinegara-negara kapitalis
dimensi ekonomi dalam kaitannya dengan stratifikasi sosial mudah dijumpai.
Disatu sisi terdapat individu yang borjuis, kekayaan melimpah, dan menguasai
beberapa sektor ekonomi. Namun, disisi lain terdapat individu yang melarat,
sehingga antara keduanya terdapat jurang pemisah yang sering disebut
kesenjangan sosial. Sedangkan, dinegara sosialis, dimensi tersebut sedikit
bahkan tidak ada.
2) Dimensi
Sosial
Dalam
kehidupan masyarakat banyak sekali orang yang mempermasalahkan tentang ras,
agama dan suku yang dikaitkan dengan stratifikasi sosial. Sebagai contoh, di
Afrika Selatan pernah terjadi pembedaan ini dengan adanya politik apharteid
yang meminggirkan ras berkulit hitam. Pada masyarakat India, perbedaan strata
sosial atau yang disebut kasta adalah pencerminan tingkatan berdasarkan status
sosial tertentu. Kasta pada masyarakat India ada empat, yaitu :
Kasta
Brahmana : kaum agamais dan pendeta
Kasta
Ksatria : kaum bangsawan
Kasta
Waisa : kaum petani dan
pedagang
Kasta
Sudra : rakyat biasa
Kasta
Paria : kasta
paling rendah dimasyarakat India
3) Dimensi
Politik
Bagian
terpenting dari dimensi politik yaitu jabatan dalam lembaga-lembaga politik
termasuk partai politik. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan sangat
mencolok, disini kedudukan tertinggi yang berwenang mengambil keputusan dalam masalah-masalah
krusial dalam kelembagaan adalah pemimpin, sedangkan bawahan hanyalah sebagai
pelaksana keputusan tersebut. Namun, dinegara yang menjunjung tinggi demokrasi
gaya politik tersebut kurang relevan sebab demokrasi menekankan memerintah dari
rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Sedangkan dalam pengambilan keputusan harus
dengan musyawarah untuk mufakat. Dasar-dasar pelapisan sosial. Kriteria yang
menonjol sebagai dasar pembentukan pelapisan tersebut adalah :
1) Ukuran
Kekayaan
Kekayaan
dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan
sosial yang ada. Siapa yang paling kaya itulah yang dimasukkan kedalam strata
tertinggi, demikian juga sebaliknya.
2) Ukuran
Kekuasaan dan Wewenang
Seseorang
yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati posisi
teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan.
3) Ukuran
Kehormatan
Ukuran
kehormatan dapat terlepas dari ukuran kekayaan dan kekuasaan. Ukuran kehormatan
ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat
menghormati orang-orang yang berjasa kepada masyarakat luas.
4) Ukuran
Ilmu Pengetahuan
Ukuran
ilmu pengetahuan biasanya dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan. Seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan
tertinggi dalam masyarakat. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat
dalam gelar akademik, atau profesi yang disandang seseorang.
3.
Kekuasaan
Kemampuan
seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-laku sesorang atau
kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan
keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Kekuasaan
sosial menurut Ossip K. Flechtheim adalah keseluruah dari kemampuan,
hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain
untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegan kekuasaan (Social power is the sum total of all the
capacities, relationship, and process by which compliance of others is
secured…for ends determinded by the power holder).
Ossip
K. Flechtheim membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni :
1) Bagian
dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam Negara (state power), seperti
lembaga-lembaga pemerintahan DPR, Presiden, dan sebagainya.
2) Bagian
dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.
Definisi
yang dieberikan oleh Robert M. Maciver : Kekuasaan sosial adalah kemampuan
untuk mengendalikan tingakah-laku orang lain, baik dengan cara langsung dengan
memberi perintah, mamupun tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan
cara yang tersedia (Social power is the
capacity to control the behavior of others either directly by fiat or
indirectly by manipulation of available means).
Robert
M. Maciber mengemukakan bahwa kekuasaan dalam suatu masyarakat berbentuk
piramida. Ini terjadi karena kenyataan bahwa kekuasaan yang satu membuktikan dirinya
lebih unggul dari pada yang lain, yang berarti bahwa kekuasaan yang satu itu lebih
kuat dengan jalan mengkoordinasi keuasaan yang lain. Kekuasaan yang paling
penting adalah kekuasaan politik. Penertian kekuasaan politik adalah kemampuan
untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun
akibat-akibatnya sesuai dengan tujaun-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
4. Negara
Negara
adalah integrasi dari kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari
kekuasaan politik, boleh dikatakan Negara mempunyai dua tugas :
1) Mengendalikan
dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu
sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2) Mengorganisir
dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya
tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan
asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasinal.
Definisi-defini
mengenai Negara, antara lain adalah :
1) Roger
H. Soltau, “Negara adalah alat (agency
atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan
persoalan-persoalan bersama, atas masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these
(common) affairs on behalf of and in the name of the community).
2) Harold
J. Laski, “Negara adalah suatu mawyarakat yang di integrasikan karena mempunyai
wewenang yang bersifat memaksa yang secara sah lebih agung daripada individu
atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu (The state is a society which is integrated by possessing a coercive
authority legally supreme over any individual or group which is part of the
society).
·
Max Weber, “Negara adalah suatu
masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah
dalam suatu wilayah (The state is a human
society that (successfully) claims the monopoly of the legitimate use of
physical force within a given territory)
3)
Robert M. Maciver, “Negara adalah
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu
wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu
pemerinta yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (The sate is an association which, acting
through law as promulgated by a government endowed to this end with coercive
power, maintains within a community territorially demarcated the external
conditions of oreder).
Negara
mempunyai sifat-sifat, antara lain adalah :
1) Sifat
Memaksa.
2) Sifat
Monopli.
3) Sifat
mencakup semua
Unsur-unsur
Negara, antara lain adalah :
1) Wilayah
2) Penduduk
3) Pemerintah
Menurut
Roger H. Saltau, tujuan Negara ialah memungkinan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest possible development and creative self-expression of its
members). Dan menurut Harold J. Laski, tujuan Negara ialah menciptakan
keadaan di mana rakyatnya dapat mencapai terkabulnya keinginan-keinginan secara
maksimal (creation of those conditions
under which the members of the state may attain the maximum satisfaction of
their desire).
Tujuan
Negara R.I sebagai tercantum dalam UUD 1945 : Untuk membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadialn sosial.
Terlepas
dari ideologinya, Negara menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang mutlak
perlu, yaitu :
1) Melaksanakan
penertiban (law and order)
2) Mengusahakan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
3) Pertahanan
4) Menegakkan
keadilan.
Charles
E. Merriam menyebutkan lima fungsi Negara, yaitu : Keamanan ekstern, Ketertiban
intern, Keadilan, Kesejahteraan umum, dan Kebebasan.
2.3. Teori-Teori Negara
1. Teori Perjanjian Masyarakat (Thomas Hobbes, John Locke, dan J.J. Rosseau)
Teori
ini mengemukakan bahwa masyarakat mengadakan kesepakatan untuk mendirikan suatu
negara. Misalnya :masyarakat di pesisir timur Aceh yang terdiri dari beberapa
desa yang kemudian membentuk suatu negara yakni “Samudra Pasai” (sekitar abad
VII), dengan mendaulat “Mirah Silu” sebagai pemimpin.
Thomas
Hobbes mengemukakan hal ”pactum
subjections”, bahwa dengan kesepakatan membentuk negara, rakyat
menyerahkan semua hal mereka secara alamiah, untuk diatur sepenuhnya oleh
kekuasaan negara. Sedangkan John Locke mengemukakan adanya “pactum unionis” dan “pactumsubjections” yaitu bahwa
sebagian
besar (mayoritas) anggota suatu masyarakat membentuk persatuan (union) terlebih
dahulu, baru kemudian anggota masyarakat menjadi kawula (subject) negara. Locke juga berbeda
dengan Hobbes dalam hak-hak kodrati/alamiah yang diserahkan oleh rakyat kepada
negara. Negara tidak berkuasa secara absolut seperti pendapat Hobbes. Tetapi
ada bagian yang berada pada masing-masing orang yaitu hak asasi.
Sementara
itu Jean Jacques Rosseau dalam bukunya yang terkenal Du Contract Social (1972), meletakan dasar bagi paham
kedaulatan rakyat. Rosseau menulis bahwa hanya ada“Pactum Unionis” yaitu suatu perjanjian atau kesepakatan untuk
membentuk negara, tetapi bukan sekaligus menyerahkan hak asasi masing-masing untuk
diatur oleh negara. Justru rakyat yang memilih wakil-wakilnya, serta aparatur
pemerintah. Pemerintahan ”Simply and
solely a commision, an employment, in which the rulers, more officials the
sovereign, exercrise in their own name the power of which it makes them
depositories”, ulas J.J. Rosseau.
2. Teori Pengalihan Hak atau Daluwarsa (Sir
Robert Filmer dan Loyseau)
Biasanya
teori ini diterjemahkan sebagai teori daluwarsa, dari bahasa Inggris “Prescriptive Theory” atau “Presvriptive Possesion Theory”. Pengertiannya
adalah hak yang diperoleh setelah pihak lain melepas hak atau membiarkan
berlakunya hak itu.
Pengalihan
hak untuk membentuk negara serta memegang kekuasaan dapat berupa pengalihan
atau pendelegasian dari rakyat yang akan menjadi kawula negara, dapat berupa
pengalihan hak negara atau penguasa sebelumnya. Umumnya pengalihan hak ini
tepat diterapkan untuk mengkaji terbentuknya negara monarkis. Tetapi, sedikit
modifikasi, dapat dianalogikan kepada pembentukan negara sebagai hasil
revolusi.
Misalnya
Ibnu Saud yang mendirikan negara Saudi Arabia. Ia mendirikan negara tanpa
mendapat tentangan dari negara lain yang sudah lebih dulu berdiri, dan bahkan
pernah berkuasa di daerah tersebut yaitu Turki Utsmaniyah. Dengan demikian, Ibnu
Saud telah resmi mendirikan negara Saudi Arabia. Analogi yang sama dapat
diterapkan dalam berdirinya negara Malaysia (Pengalihan hak dari Inggris,
1957). Singapura (Pemisahan dari Federasi Malaysia, 1963). Brunei Darussalam
(Perolehan Kedaulatan dari Inggris, 1984). Termasuk pula Bangladesh (Sempalan
Pakistan, 1971) dan 15 negara sempalan Uni Soviet (1992). Sedangkan negara yang
terbentuk melalui revolusi kemerdekaan seperti Indonesia (1945) dan Libya
(1962).
3. Teori Penaklukan (Ludwig Gumplowitz,
Gustav Ratzenhover, Franz Oppenheimer,
George
Simmel, dan Lester Frank Ward). Teori ini erat
kaitannya dengan doktrin “kekuatan menimbulkan hak” (Might Makes Right).Yakni bahwa pihak atau kelompok yang lebih kuat
menaklukan pihak atau kelompok lainny yang lebih lemah, lalu mendirikan negara.
Pembuktian serta penggunaan kekuatan berlaku sebagai dasar (raison d’etre) terbentuknya
negara.
4. Teori
Organis (George Wilhelm Hegel, J.K. Bluntscli, John Salisbury, Marsiglio
Padua,
Pfufendorf, Hendrich Ahrens, J.W. Scelling, F.J. Schitenner, dan lain-lain).
Teori
ini selain sebagai asal-usuk atau dasar terbentuknya negara, juga sebagai teori
hakikat negara. Teori ini menyatakan bahwa negara adalah suatu organisme.
Negara lahir sebagaimana analogi kelahiran makhluk hidup lainnya. Jika ada
embrionya, maka perlahan-lahan berkembang menjadi negara.
5. Teori Ketuhanan “Divine Right” (Thomas Aquinas).
Menyatakan
bahwa kekuasaan atas negara dan terbentuknya negara adalah karena hak-hak yang
diaruniakan oleh Tuhan. Contohnya, Hammurabi menyatakan kekuasaannya secara
resmi di Babylonia (sekitar tahun 2000 SM) sebagai wakil atau utusan Tuhan. Yahudi
memasuki tanah Kanaan daerah Palestina sampai kemudian mendirikan negara Israel
(1948), atas dasar ayat Injil mengenai tanah yang dijanjikan (the promise land).
6. Teori Garis Kekeluargaan/Patriarkhal dan
Matriarkhal (Henry S. Maine, Helbert
Spencer,
dan Edward Jenks).
Menyatakan
bahwa negara dapat terbentuk dari perkembangan suatu keluarga yang menjadi
besar dan kemudian bersatu membentuk negara. Adakalanya garis kekeluargaan
berdasarkan garis ayah (patriarkhal), atau garis ibu (matriarkhal). Teori ini
juga disebut sebagai teori perkembangan suku. Orang-orang yang mempunyai hubungan
darah (kekeluargaan) berkembang menjadi suatu suku (tribe), lalu berkembang lagi sehingga membentuk suatu negara.
7. Teori Metafisis (Immanuel Kant).
Mengemukakan
bahwa negara ada, lahir, dan terbentuk karena memang seharusnya ada. Negara
adalah kesatuan supra-natural, terbentuknya pun karena dorongan-dorongan
supra-natural atau metafisis.
8. Teori Alamiah (Aristoteles)
Bahwa
negara terbentuk karena kodrat alamiah manusia. Sebagai “Zoon Politicon”, manusia
membutuhkan adanya negara. Sehubungan dengan kebutuhan alamiah inilah, maka
dibentuk sebuah negara.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Menurut
Aristoteles, selama manusia menjadi makhluk sosial (zoon politikon),
selama itu pula ditemukan politik. Ini berarti dalam kehidupan bersama, manusia
memiliki hubungan yang khusus yang diwarnai oleh adanya aturan yang mengatur.
Ada kekuasaan dan wewenang yang dipegang oleh segelintir orang yang sekaligus
melahirkan aturan serta aturan mana yang perlu dipelihara dan tidak, kemudian
menentukan apakah seseorang mengikuti aturan atau tidak, serta menentukan
sanksi serta ganjaran bagi yang mengikuti dan melanggar aturan tersebut.
Dalam
politik itu memiliki konsep-konsep tersendiri, konsep-konsep itu antara lain
Teori Politik, Masyarakat, Kekuasaan dan Negara, dimana dari keempat konsep
politik ini berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Teori memiliki tujuan
untuk bagaimana mengatur dan menyejahterakan masyarakat, dan untuk mewujudkan
tujuan tersebut dibutuhkan suatu kekuasaan yang mampu mengendali masyarakat,
kekuasaan itulah yang disebut dengan negara. Sementara teori-teori negara
sendiri merupakan teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang kemunculan akan
suatu negara yang disertai dengan penjelasan praktis dan memiliki unsur
kenyataan atau fakta.
3.2. Saran
Sebagai
warga negara yang baik dan sekaligus sebagai mahasiswa kita perlu mengawal dan
mengawasi pemerintah dengan segala aktivitasnya yang bertujuan untuk kemajuan
negara yang dilaksanakan dalam kegiatan perpolitikan nasional, sehingga dengan
begitu pemerintah dalam perpolitikannya semakin sadar akan fungsi dan tugasnya
untuk menyejahterakan rakyatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
T. May Rudy, S.H., MIR., M.Sc. Pengantar Ilmu Politik-Wawasam
Pemikiran
dan Kegunaannya. (Bandung : Refika Aditama. 1992)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pastikan komentar anda adalah berupa pertanyaan, koreksi, atau hal serupa lainnya yang bermanfaat bagi anda atau pengguna lainnya dikemudian hari, komentar yang bersifat basa-basi sepert, thanks, semoga bermanfaat, atau hal serupa lainnya akan dihapus.